Kamis, 27 April 2017

MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH (Problem-based Learning)


MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH
(Problem-based Learning)

A.                Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah


            Pengajaran berdasarkan masalah ini telah dikenal sejak zaman John Dewey. Menurut Dewey (dalam Trianto, 2009:91) belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dan respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan. Lingkungan memberikan masukan kepada peserta didik berupa bantuan dan masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki, dinilai, dianalisis, serta dicari pemecahannya dengan baik.
Pembelajaran Berbasis Masalah yang berasal dari bahasa Inggris Problem-based Learning adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dimulai dengan menyelesaikan suatu masalah, tetapi untuk menyelesaikan masalah itu peserta didik memerlukan pengetahuan baru untuk dapat menyelesaikannya.
Pendekatan pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning / PBL) adalah konsep pembelajaran yang membantu guru menciptakan lingkungan pembelajaran yang dimulai dengan masalah yang penting dan relevan (bersangkut-paut) bagi peserta didik, dan memungkinkan peserta didik memperoleh pengalaman belajar yang lebih realistik (nyata).
Pembelajaran Berbasis Masalah melibatkan peserta didik dalam proses pembelajaran yang aktif, kolaboratif, berpusat kepada peserta didik, yang mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan kemampuan belajar mandiri yang diperlukan untuk menghadapi tantangan dalam kehidupan dan karier, dalam lingkungan yang bertambah kompleks sekarang ini. Pembelajaran Berbasis Masalah dapat pula dimulai dengan melakukan kerja kelompok antar peserta didik. peserta didik menyelidiki sendiri, menemukan permasalahan, kemudian menyelesaikan masalahnya di bawah petunjuk fasilitator (guru).
Pembelajaran Berbasis Masalah menyarankan kepada peserta didik untuk mencari atau menentukan sumber-sumber pengetahuan yang relevan. Pembelajaran berbasis masalah memberikan tantangan kepada peserta didik untuk belajar sendiri. Dalam hal ini, peserta didik lebih diajak untuk membentuk suatu pengetahuan dengan sedikit bimbingan atau arahan guru sementara pada pembelajaran tradisional, peserta didik lebih diperlakukan sebagai penerima pengetahuan yang diberikan secara terstruktur oleh seorang guru.
Pembelajaran berbasis masalah (Problem-based learning), selanjutnya disingkat PBL, merupakan salah satu model pembelajaran inovatif yang dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada peserta didik. PBL adalah suatu model pembelajaran vang, melibatkanpeserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki ketrampilan untuk memecahkan masalah.
Untuk mencapai hasil pembelajaran secara optimal, pembelajaran dengan pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah perlu dirancang dengan baik mulai dari penyiapan masalah yang yang sesuai dengan kurikulum yang akan dikembangkan di kelas, memunculkan masalah dari peserta didik, peralatan yang mungkin diperlukan, dan penilaian yang digunakan. Pengajar yang menerapkan pendekatan ini harus mengembangkan diri melalui pengalaman mengelola di kelasnya, melalui pendidikan pelatihan atau pendidikan formal yang berkelanjutan.
Oleh karena itu, pengajaran berdasarkan masalah merupakan pendekatan yang efektif untuk pengajaran proses berfikir tingkat tinggi. Pembelajaran ini membantu peserta didik untuk memproses informasi yang sudah jadi dalam benaknya dan menyusun pengetahuan mereka sendiri tentang dunia sosial dan sekitarnya. Pembelajaran ini cocok untuk mengembangkan pengetahuan dasar maupun kompleks.


B.                 Ciri-ciri Pembelajaran Berbasis Masalah

1.   Pertama, strategi pembelajaran berbasis masalah merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran artinya dalam pembelajaran ini tidak mengharapkan peserta didik hanya sekedar mendengarkan, mencatat kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui strategi pembelajaran berbasis masalah peserta didik aktif berpikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkannya.
2.   Kedua, aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Strategi pembelajaran berbasis masalah menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajaran. Artinya, tanpa masalah tidak mungkin ada proses pembelajaran.
3.    Ketiga, pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir dedukti dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara sistematis dan empiris, sistematis artinya  berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu, sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data dan fakta yang jelas.

C.        Komponen PembelajaranBerbasis Masalah


Komponen-komponen pembelajaran berbasisi masalah dikemukakan
oleh Arends, diantaranya adalah :
a.    Permasalahan autentik. Model pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan masalah nyata yang penting secara sosial dan bermanfaat bagi peserta didik. Permasalahan yang dihadapi peserta didik dalam dunia nyata tidak dapat dijawab dengan jawaban yang sederhana.
b.     Fokus interdisipliner. Dimaksudkan agar peserta didik belajar berpikir struktural dan belajar menggunakan berbagai perspektif keilmuan.
c.     Pengamatan autentik. Hal ini dinaksudkan untuk menemukan solusi yang nyata. Peserta didik diwajibkan untuk menganalisis dan menetapkan masalahnya, mengembangkan hipotesis dan membuat prediksi, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melaksanakan eksperimen, membuat inferensi, dan menarik kesimpulan.
d.    Produk. Peserta didik dituntut untuk membuat produk hasil pengamatan produk bisa berupa kertas yang dideskripsikan dan didemonstrasikan kepada orang lain.
e.    Kolaborasi. Dapat mendorong penyelidikan dan dialog bersama untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan sosial

D.        Konsep Dasar Pembelajaran Berbasis Masalah


            Model pembelajaran berbasis masalah adalah pembelajaran yang menekankan pada proses penyelesaian masalah. Dalam implementasi model pembelajaran berbasis masalah, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan yang dapat dipecahkan. Model  pembelajaran berbasis masalah ini dapat diterapkan dalam kelas jika :
a.   Guru bertujuan agar peserta didik tidak hanya mengetahui dan hafal materi   pelajaran saja, tetapi juga mengerti dan memahaminya.
      b.   Guru mengiginkan agar peserta didik memecahkan masalah dan
       membuat kemampuan intelektual siswa bertambah.
     c.   Guru menginginkan agar peserta didik dapat bertanggung jawab
         dalam belajarnya.
  d.   Guru menginginkan agar peserta didik dapat menghubungkan antara teori yang  dipelajari di dalam kelas dan kenyataan yang  dihadapinya di luar kelas.
e.  Guru bermaksud mengembangkan kemampuan peserta didik dalam menganalisis situasi, menerapkan pengetahuan, mengenal antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat tugas secara objektif.

E.       Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah


            John Dewey seorang ahli pendidikan berkebangsaan Amerika memaparkan 6 langkah dalam pembelajaran berbasis masalah ini :
a.     Merumuskan masalah. Guru membimbing peserta didik untuk menentukan masalah yang akan dipecahkan dalam proses pembelajaran, walaupun sebenarnya guru telah menetapkan masalah tersebut.
b.     Menganalisis masalah. Langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.
c.      Merumuskan hipotesis. Langkah peserta didik merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
d.     Mengumpulkan data. Langkah peserta didik mencari dan menggambarkan berbagai informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah.
e.      Pengujian hipotesis. Langkah peserta didik dalam merumuskan dan mengambil kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan
f.       Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah. Langkah  peserta didik menggambarkan rekomendasi yang dapat dilakukan sesuai rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.
            Sedangkan menurut David Johnson & Johnson memaparkan 5 langkah melalui kegiatan kelompok : 
   a.      Mendefinisikan masalah.
Merumuskan masalah dari peristiwa tertentu yang mengandung konflik hingga peserta didik jelas dengan masalah yang dikaji. Dalam hal ini guru meminta pendapat peserta didik tentang masalah yang sedang dikaji.
b.      Mendiagnosis masalah yaitu menentukan sebab-sebab terjadinya masalah.
c.     Merumuskan alternatif strategi. Menguji setiap tindakan yang telah dirumuskan melalui diskusi kelas.
d.      Menentukan & menerapkan strategi pilihan. Pengambilan keputusan tentang strategi mana yang dilakukan.
e.      Melakukan evaluasi. Baik evaluasi proses maupun evaluasi hasil.
  Secara umum langkah-langkah model pembelajaran ini adalah :
a.    Menyadari Masalah.
Dimulai dengan kesadaran akan masalahyang harus dipecahkan. Kemampuan yang harus dicapai peserta didik adalah peserta didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang dirasakan oleh manusia dan lingkungan sosial.
b.   Merumuskan Masalah.
Rumusan masalah berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-data yang harus dikumpulkan. Diharapkan peserta didik dapat menentukan prioritas masalah.
c.    Merumuskan Hipotesis.
Peserta didik diharapkan dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin diselesaikan dan dapat menentukan berbagai kemungkinan penyelesaian masalah.
d.    Mengumpulkan Data.
Peserta didik didorong untuk mengumpulkan data yang relevan. Kemampuan yang diharapkan adalah peserta didik dapat mengumpulkan data dan memetakan serta menyajikan dalam berbagai tampilan sehingga sudah dipahami.
e.    Menguji Hipotesis.
Peserta didik diharapkan memiliki kecakapan menelaah dan
membahas untuk melihat hubungan dengan masalah yang diuji.
f.    Menetukan Pilihan Penyelesaian.
Kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang dapat terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya.

F.         Penilaian dan Evaluasi


Prosedur-prosedur penilaian harus disesuaikan dengan tujuan
pengajaran yang ingin dicapai dan hal yang paling utama bagi
guru adalah mendapatkan informasi penilaian yang reliabel dan valid.
            Prosedur evaluasi pada model pembelajaran berbasis masalah
ini tidak hanya cukup dengan mengadakan tes tertulis saja, tetapi
juga dilakukan dalam bentuk checklist, reating scales, dan performance.
Untuk evaluasi dalam bentuk performance atau kemampuan ini dapat
digunakan untuk mengukur potensi peserta didik untuk mengatasi
masalah maupun untuk mengukur kerja kelompok. Evaluasi harus
menghasilkan definisi tentang masalah baru, mendiagnosanya, dan
mulai lagi proses penyelesaian baru.

G.        Tahapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah memiliki tahapan-tahapan yang harus dilaksanakan. Tahapan tersebut terdiri dari lima tahapan seperti yang dikemukakan oleh Arends (dalam Dasna dan Sutrisno, 2007). Tahapan tersebut antara lain adalah sebagai berikut :
1)      Mengorientasikan siswa pada masalah
Tahapan ini merupakan tahapan awal dimana siswa dihadapkan pada permasalahan yang akan dipecahkan. Kegiatan diawali dengan apersepsi terhadap pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa. Kemudian guru melakukan motivasi dan penggalian konsepsi awal dengan menampilkan fenomena-fenomena yang terkait dengan materi yang akan dipelajari. Setelah itu, guru memunculkan permasalahan berdasarkan pada fenomena yang telah diamati berupa pertanyaan-pertanyaan sehingga mampu memotivasi dan menarik perhatian siswa.
2)      Mengorganisasi peserta didik
Pemecahan masalah memerlukan proses dan situasi yang terorganisasi sehinngga mampu mencapai tujuan dengan baik. Pada tahap ini, siswa diorganisasikan untuk membentuk kelompok-kelompok yang akan memecahkan permasalahan. Tahap ini pun meliputi penginformasian logistik untuk penyelidikan, tugas-tugas belajar siswa serta pemodelan pembelajaran yang akan dilakukan oleh siswa. Tahap ini dapat dikatakan pula sebagai tahap persiapan penyelidikan.
3)      Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok
Penyelidikan adalah inti dari pembelajaran berbasis masalah.. penyelidikan yang dilakukan meliputi pengumpulan data dan eksperimen, berhipotesis dan penjelasan, dan memberikan pemecahan. Pengumpulan data dan eksperiment merupakan aspek yang sangat penting. Pada tahap ini, guru harus mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan eksperimen (mental maupun aktual) sampai mereka betul-betul memahami dimensi situasi permasalahan.
4)      Mengembangkan dan menyajikan hasil
Tahap penyelidikan diikuti dengan menciptakan hasil karya dan pameran. Hasil karya lebih dari sekedar laporan tertulis, namun bisa suatu videotape (menunjukkan situasi masalah dan pemecahan yang diusulkan), model (perwujudan secara fisik dari situasi masalah dan pemecahannya), program komputer, dan sajian multimedia. Hasil karya tersebut kemudian disajikan dan guru berperan sebagai organisator pada penyajian tersebut.
5)      Menganalisis dan mengevaluasi proses dan hasil pemecahan masalah
Guru membantu siswa menganalisis dan mengevaluasi proses mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan dan intelektual yang mereka gunakan. Pada tahap ini guru membantu siswa melakukan refleksi terhadap penyelidikan dan proses-proses yang digunakan selama berlangusungnya pemecahan masalah.

H.        Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Berbasis Masalah


Sebagai suatu model pembelajaran, model pembelajaran berbasis masalah memiliki beberapa keunggulan, diantaranya :
1.        Pemecahan masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran.
2.       Pemecahan masalah dapat menantang kemampuan peserta didik serta memberikan kepuasan untuk menentukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
3.       Pemecahan masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik.
4.       Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik bagaimana mentrasfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan nyata.
5.       Pemecahan masalah dapat membantu peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan.
           6.        Melalui pemecahan masalah dianggap lebih menyenangkan dan disukai peserta didik.
          7.      Pemecahan masalah dapat mengembangkan kemampuan   peserta didik untuk berpikir kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.
          8.     Pemecahan masalah dapat memberikan kesempatan  pada peserta didik untuk mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.
           9.     Pemecahan masalah dapat mengembangkan minat peserta didik untuk secara terus menerus belajar.
                   Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa strategi pembelajaran berbasis masalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru membimbing peserta didik pada kesadaran adanya kesenjangan atau gap yang dirasakan oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh peserta didik, pada tahapan ini adalah peserta didik dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
                  Disamping keunggulannya, model ini juga mempunyai kelemahan, yaitu :
1.    Manakala peserta didik tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.
2.    Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk persiapan

3.   Tanpa pemahaman mengapa ereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar