Kamis, 27 April 2017

Purana lengkap

PURANA
Pengertian Purana
Kita dapat jumpai dalam Kitab – kitab Atharva Veda (XI.7.24 dan XV.7.11-12), Sathapatha Brahmana (XI.5.6.8), Bhradaranyaka Upanisad (IV.5.11), Candogya Upanisad (III,4.1-2) dan lain – lain oleh karenanya dapat dinyatakan bahwa “Purana” telah muncul sebelum ditetapkannya tahun masehi. Kitab – kitab Semerti menyatakan bahwa Purana adalah buku – buku yang memberikan komentar (Penjelasan) tentag segala sesuatu dalam Kitab Suci Veda. Dari berbagai pernyataan tersebut di atas dapat disebutkan bahwa “Purana” benar – benar merupakan susastra Veda yang amat tua usianya disusun jauh dimasa lalu. Sebagai jenis susastra Hindu, Purana telah ada sejak jaman Veda. Seperti telah disebutkan di atas istilah Purana sebagai suatu karya sastra keagamaan yang di dalamnya di kandung ceritra – ceritra kuno dapat pula kita jumpai didalam susastra Veda, di dalamnya Kitab – kitab Itihasa, seperti dalam Ramayana (Karya Maha Rsi Valmiki) dan Mahabharata (Karya Maha Rsi Vyasa). Dalam Kitab Manawa Dharmasastra (Karya Maha Rsi Manu) juga menyebutkan tentang Purana.
Purana berasal dari kata : Pura + Ana menjadi kata “Purana”. “Pura” berarti kuno atau jaman kuno dan “Ana” berarti menyatakan. Jadi Purana adalah sejarah kuno. Purana isinya menceritakan Dewa – dewa, Raja – raja, dan Rsi – rsi kuno. Purana juga berarti ceritra kuno dan setiap ceritra Purana intinya mengandung ajaran agama. Kata “Pura” di dalam Purana mengandung dua pengertian yaitu yang lalu dan yang akan datang. Kata “Purana” dapat dijumpai lebih dari puluhan kali di dalam Kitab Suci Rg Veda, sebagai kata sifat yang berarti kuno atau tua. Kitab Nighantu (III.27) menyebutkan enam kata di dalam Veda yang mengandung pengertian “Purana” antara lain : Pratnam, Pradirah, Pravayah, Sanemi, Purvyam, Ahnaya. Yaska dalam Kitabnya Nirukta (III.9) menyatakan “Purana” berasal dari kata “Pura” yakni Pura Nayan Bhavati artinya sesuatu yang baru di masa silam. Kata “Purana” barangkali berasal dari kata “Puratana” kemudian dalam bentuknya berubah menjadi “Purana”. Secara etimologi, istilah Purana dijumpai dalam Kitab Vayu Purana (I.203) yakni berasal dari kata “Pura” (pada masa purba, terdahulu) dan dari kata “An” artinya bernafas atau hidup, oleh karena itu kata “Purana” berarti mereka yang hidup dari jaman purba (Yasmat Pura Hyamati dan Purana Tena Tatsmartam). Kitab Brahmanda Purana (I.1.173) menyatakan disebut Purana karena keberadaannya di jaman yang sangat purba (Yasmat Pura Hyabhucaitat Purana Tena Tatsmrtam). Sedangkan Padma Purana (V.2.253) sedikit berbeda dalam menjelaskan etimologi Purana, yang menyatakan : hal tersebut dinamakan “Purana” karena merindukan atau menginginkan (kehidupan) masa lampau, dari kata “Pura” dan akar kata “Vas” yang berarti merindukan atau menginginkan (Pura Puram Vasisteha Puranam Tena Vai Smrtam). Menurut Panini (4.2.23,2.1.4) “Purana” berasal dari “Pura” (Purvasminkala), artinya yang telah ada di masa lalu. Matsya Purana (53.63) menggambarkan bahwa Purana mengandung catatan kejadian – kejadian masa yang silam. Walaupun di jaman yang sangat purba, kita belum menemukan susastra Purana, sesungguhnya ceritra – ceritra yang terdapat dalam kitab – kitab Purana sudah di kenal jauh sebelum sabda suci Veda dihimpun. (Pusalker 1959 :75). Dalam Ramayana karya Valmiki (IV.62,13) kata Purana berarti ramalan yang dibuat pada jaman purba (Winternitz 1990 : 501 ff). Maha Rsi Kautilya pada kitabnya Artha Sastra (I.5.14) yang membahas tentang Itihasa menyebutkan bahwa “Purana” dan Itivrtta dari segi isinya merupakan bagian dari Itihasa. Itivrtta berarti peristiwa bersejarah, Purana berarti mitologi dan tradisi yang lama dalam legenda. Di dalam Matsya Purana (I.203) dinyatakan bahwa kata “Purana” berasal dari kata : (1)  Puranyate,  (2)  Puraanati, (3)  Purabhavam, ketiga kata – kata ini mengandung makna keadaan yang lalu atau kedaan yang telah lalu. Selanjutnya dalam Kitab Laksikon Sabda Kalpa Druma (III.179) secara gramatika kata “Purana” dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.       Pura (Puvasmin kale) Bhavam (Panini 4.3.23 ; 2.1.29 atau 4.3.105)
2.       Pura Niyate Iti (Tagore, 1992, Vol.7, Part I : XVII)

Seorang sarjana besar ahli Bahasa Sansekerta Rangacarya memberikan definisi tentang “Purana” yang menyatakan bahwa terdiri dari dua kata yaitu : “Pura” dan “Nava”. Pura berarti lama dan Nava berarti baru. Purana berarti segala sesuatu tradisi yang baik dan selalu menarik untuk diceritakan kembali ada sejak jaman purba. Margaret dan James Stutly dalam Harper’s Dictionary of Hinduism menyatakan : Purana merupakan kumpulan cerita kuno setelah jaman Veda. Chakuntala Jagannathan menjelaskan tentang Kitab – kitab Purana sebagai berikut : setelah Sruti, Smrti, dan Itihasa kita memiliki buku yang ke-4 yakni Kitab – kitab Purana. Kitab – kitab Purana terdiri dari 18 macam. Berdasarkan dari berbagai pendapat tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa Purana merupakan susatra Hindu yang di dalamnya penuh dengan ceritra keagamaan, memberi tuntunan bagi kehidupan dan kehidupan umat manusia.

          Ruang Lingkup dan jumlah Kitab – kitab Purana
Beberapa Kitab Purana seperti : Matsya (53.3.11), Vayu (I.60-61) Brahmanda (I.1.40-41), Lingga (I.2.2), Naradya (I.92.22-26), dan Padma Purana menyatakan aslinya Kitab Purana hanyalah satu dan Brahma yang pertama kali mengajarkannya, kemudian barulah Kitab Suci Veda diturunkan muncul dari bibir Brahma demikianlah asalnya yang selanjutnya berkembang menjadi seratus karor sloka dan itulah inti sarinya yang diumumkan pada setiap jaman Dvapara (Dvapara Yuga) oleh Maha Rsi Vyasa. Adapun unsur penting dalam Kitab Purana tentang “Panca Laksana” seperti yang disebutkan dalam Kitab Kurma Purana :
Sargas ca prati sargas ca
Vamso manvantarani ca
Vansanucaritam cai va
Puranam pancalaksanam
Kurma Purana (I.1-12)

Ada lima unsur penting dalam Kitab Purana yang disebut Panca Laksana yaitu : Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama), Prati Sarga (citaan alam semesta yang kedua), Vamsa (keturunan raja – raja dan rsi – rsi), Manvantara (perubahan dari manu ke manu), Vamsanucaritam (diskripsi keturunan yang akan datang.

Selanjutnya jumlah Kitab Purana sebanyak delapan belas buah (umumnya kitab – kitab ini disebut Maha Purana). Kurma Purana (I.1.13-15) mengenai daftar urutan Kitab – kitab Purana dari 1-18 sekaligus jumlah slokanya masing – masing seperti tercantum dalam tabel (Purana-Dr.Titib, Hal 27). Di dalam satu sloka dari Devebhagavata Purana, kita menemukan nama – nama Purana untuk mudah mengingatnya.
Madhvayam bhadvayam caiva
Bratrayam vacatustayam
Nalimpagnim kuskam garudam eva
Devibhagavata (I.3.2)

Adapun makna terjemahan sloka ini adalah menguraikan nama dan jumlah Kitab – kitab Purana, sebagai berikut :
a.        Dua dengan hurup “ma”
1.  Matsya Purana             2.  Markandeya Purana
b.       Dua dengan hurup “bha”
1.  Bhavisya Purana           2.  Bhagavata Purana
c.        Tiga dengan hurup “bra”
1.  Brahma Purana                        2.  Brahmanda Purana
3.  Brahma Vaivarta Purana

d.       Empat dengan hurup “va”
1.  Visnu Purana                2.  Vayu Purana
3.  Vamana Purana            4.  Varaha Purana
e.        Tujuah dengan hurup “na, lin, va, agnim, kuskam, dan garudam”, yaitu :
1.  Narada Purana             2.  Lingga Purana
3.  Padma Purana              4.  Agni Purana
5.  Kurma Purana              6.  Skanda Purana
7.  Garuda Purana

Daftar ke delapan belas Purana diberikan pada masing – masing kitab tersebut sebagai pertimbangannya, tak ada yang pertama dan tak ada yang terakhir namun kesemuanya sudah eksis satu dengan yang lain sudah melengkapi. Pada Uttaradhyaya dari Padma Purana (263.81) dapat dijumpai pengelompokan kitab – kitab Purana sesuai dengan Tri Guna Purusa Avatara dari sudut pendirian pengikut Vaisnawa. Menurut pengelompokannya hanya kitab- kitab Purana (Visnu, Narada, Bhagavata, Garuda, Vadma dan Varaha) merupakan kualitas “Ketuhanan” (Sattwika) dan menguasai pembebasan. Kitab – kitab Purana yang diabdikan kepada Brahman (Brahmanda, Brahmavaivarta, Markendeya, Bhavisya, Wamana, dan Brahma) merupakan kualifikasi “nafsu” (Rajasika) dan hanya mengantarkannya untuk mencapai sorga, sedangkan Kitab – kitab Purana lainnya diabdikan kepada Dewa Siwa (Matsya, Kurma, Lingga, Siva, Skanda, dan Agni) digambarkan sebagai “kegelapan” (Tamasika) dan menguasai neraka.
Di dalam Sivarahasyakanda dari Sansekerta Samhiti, dari Kitab Skanda Purana nama – nama dari delapan belas Purana itu disebutkan satu demi satu serta pengelompokannya sebagai berikut :
1.       Sepuluh Purana berikut : Siva (Vayu), Darisya, Markandeya, Lingga, Varaha, Sekanda, Matsya, Kurma, Vanana, dan Brahmanda Purana dinyatakan sebagai Purana yang Sivaistik
2.       Empat Purana berikut : Visnu, Bhagavata, Naradiya, dan Garuda Purana dinyatakan sebagai Visnuistik
3.       Brahma dan Padma Purana dikatakan diabdikan untuk Brahman (Brahmanistik)
4.       Agneya diabdikan untuk Agini
5.       Brahma Vaivarta diabdikan untuk Savitri
Kitab – kitab Purana (Maha Purana) di atas disusun oleh Maha Rsi Vyasa. Buku – buku Purana yang ditulis belakangan dikenal dengan nama “Upapurana” atau Purana Kecil (Minor Purana)
Jumlah Upapurana juga 18, yaitu :
1.
Sanathkumara
10.
Kalika
2.
Narasimha
11.
Samba
3.
Naradiya
12.
Saura
4.
Siva
13.
Aditya
5.
Durvasa
14.
Mahesvara
6.
Kapila
15.
Devibhagavatam
7.
Manawa
16.
Vasistha
8.
Usana
17.
Visnu dharmottara
9.
Varuna
18.
Nelamata Purana
 Masa Disusun dan Penyusun Kitab – kitab Purana
Kitab – kitab Purana merupakan susastra agama yakni : “Hinduisme” yang mencapai jaman keemasan pada pemujaan terhadap Deva Visnu dan Deva Siva dan kitab – kitab tersebut merupakan buku penting pada era Brahmanisme. Pendapat para tokoh tentang Purana : H.H Wilson mengungkapkan sesuai dengan semua Purana baik yang merupakan karya yang belakangan merupakan Susastra Sansekerta dan nampaknya berasal pada beberapa ribu tahun yang lalu tanpa cara pemeliharaan.
Untuk karya sastra (puisi) Bana (sekitar 625 masehi) mengetahui Purana secara pasti dan menuliskan dalam Novel sejarahnya yaitu : Harsacarita, Kumarila, yaitu seorang filosop (sekitar 750 Masehi) menyatakan, Purana adalah sumber hukum. Sri Sankara (Abad ke-9 Masehi) dan Ramanya (Abad ke-12 Masehi) menggolongkan Purana dalam kitab – kitab suci dalam pengajaran pilsafat mereka. Seorang penjelajah Arab Alberumi (Sekitar 1030 Masehi) menggolongkan Purana menjadi 18 Purana dan mengutifp tak hanya Aditya, Vayu, Matsya, dan Visnu Purana tetapi telah dikaji secara cermat salah satu kitab Purana yang memilih bahwa Purana terakhir adalah Visnudharmottara (Vinternitz 1990 : 503).
Terdapat perbedaan pandangan yang sangat luas antara para sarjana India tentang masa disusunnya Kitab – kitab Purana yang sebagian menyatakan bahwa Purana (Purana Samhita) “yang asli” telah ditulis sebelum era masehi. Menurut VS Agrawala, Lomaharsana adalah guru yang asli dari Purana, yang mengajarkan mula samhita  yang jumlahnya masing – masing 4.000-6.000 sloka, yang meguraikan 6 topik penting dan sangat mendasar (essensi) yang setiap bagiannya terdiri dari 4 pada yakni : Sarga atau pencipta dunia, Prati Sarga atau masa kehancuran, Manvantara atau masa – masa usia dunia dan Vanisa atau silsilah keturunan suatu dinasti. Catur Pada atau Catur Laksana ini tetap terpelihara dan dapat dijumpai dalam kitab Vayu Purana dan Brahmanda Purana.
Lebih jauh menurut R.C.Hazra (Loc.Cit) sisipan (interpolasi) tetang materi terhadap kitab – kitab Ur-Purana telah terjadi antara abad ke-3 sampai abad ke-5 masehi yang mengambilkannya dari kitab – kitab Semrti. Pada umumnya para sarjana berpendapat bahwa Kitab – kitab Purana telah ditulis antara 400 sampai 1.000 sebelum masehi, namun untuk dimaklumi bahwa bentuknya tenunya tidak sama persisi dengan yang kita warisi dewasa ini. Gyani dalam artikelnya, “Date on the Purana Litrature” (Vol. II, No.3.1-2) menguraikan empat fase penulisan Kitab – kitab Purana sebagai berikut :
1.      Fase Akhyana vamsa sekitar 1.200-950 sebelum masehi
2.      Fase Perpecahan (terbagi menjadi 2 kelompok) sekitar 950-500 sebelum masehi
3.      Fase Panca Laksana, sekita 500 sebelum masehi sampai awal masehi
4.      Fase Sektarian atau fase ensiklopedi, mulai awal tahun masehi sampai 700 masehi (Deshpande, Vol. 39, Part I 1988 : XVIII)

Seperti yang telah diuraikan di depan, dinyatakan bahwa penyusun Kitab – kitab Purana adalah Maha Rsi Vyasa, Putra Parasara yang juga dikenal dengan nama Krsna Dvipayana. Di Indonesia di Jawa maupun di Bali hanya ditemukan 1 dari 18 Purana yaitu : berbentuk prosa yakni Brahmanda Purana yang mempergunakan Bahasa Bali dan Bahasa Jawa Kuno. Prof. Dr. Poerbatjaraka dalam penelitiannya tentang sastra Jawa Kuno Kitab Brahmanda Purana sejaman dengan kitab Sang kamahayanikan yang ditulis 851-869 çaka (929-947 masehi) berkarakter Sivaistik.

          Purana Berbahasa Jawa Kuno (di Indonesia)
Kitab Brahmanda Purana berbahasa Jawa Kuno, yang satu – satunya Kitab Purana dalam kasanah kepustakaan Jawa Kuno. Yang merupakan sumber ajaran Agama Hindu, yang menurut P. Van Stein Callenfels dan Zoetmulder kitab ini seperti halnya Sarasamuscaya dan Agastya Parwa merupakan karya religius (Hinduistilo). Di Indonesia telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh I Gede Sandi, B.A dan I Gede Puja, MA. SH (1980) dan kajian yang pertama, dilakukan oleh I Gonda yang dilaksanakan pada tahun 1932 (Zoetmulder 1953:59). Prof. Dr. Rajendra Mishra menyatakan bahwa Kitab Brahmanda Purana Berbahasa Jawa Kuno tersebut bersumber pada Brahmanda Purana berbahasa Sansekerti karya Maha Rsi Veda Vyasa (1989:84). Di masyarakat masih terjadi kerancuan menganggap kitab – kitab Raja Purana seperti Raja Purana Pura Besakih sebagai juga kitab – kitab Purana (Maha atau Upapurana), kerancuan ini meski segera diakhiri, karena kitab – kitab Raja Purana memuat catatan tentang
Upacara – upacara di Pura tersebut, propertinya dan lain – lain, yang sangat jauh berbeda dengan kitab – kitab Purana berbahasa Sanskerta sebagai sumber Komprehensif ajaran Agama Hindu.

Purana-purana adalah kitab yang berisi cerita-cerita keagamaan yang menjelaskan tentang kebenaran. Sama seperti cerita kiasan (parabel) yang dikisahkan oleh Jesus Kristus, kisah-kisah ini diceritakan kepada orang kebanyakan supaya mereka mengerti kebenaran-kebenaran dari kehidupan yang lebih tinggi. Misteri alam semesta diungkapkan kepada orang-orang yang secara spiritual sudah bangun tapi kepada yang lain misteri-misteri itu harus dijelaskan dalam cerita kiasan Berdasarkan catatan ini, Purana-Purana itu dapat dikatakan Weda-Weda dari orang kebanyakan, karena kitab kitab itu menyajikan seluruh misteri melalui mitos dan legenda.
Kata Purana berarti “purba” (ancient). Purana-Purana itu selalu menekankan bhakti kepada Tuhan. Hampir semua Purana berkaitan dengan penciptaan dan penghancuran alam semesta, garis keturunan atau asal-usul (genealogi) dari dewa-dewa dan para orang suci, dan rincian mengenai dinasti Bulan (Lunar) dan Matahari (Solar). Beberapa dari
Purana-Purana itu, seperti Mahabbhagawatam, mempunyai penjelasan tentang peristiwa-peristiwa yang akan datang sama seperti Kitab Wahyu dalam Injil.
Diantara sejumlah besar Purana-Purana itu, delapan belas disebut Purana Besar atau Maha Purana. Masing-masing dari padanya menyediakan satu daftar dari kedelapan belas Purana termasuk dirinya sendiri, tapi nama-nama dalam daftar itu dalam beberapa Purana sedikit bervariasi, oleh karena itu kita mempunyai satu daftar dari duapuluh Maha
Purana. Dari duapuluh Purana ini, enam ditujukan kepada Wishnu, enam kepada Siwa dan enam kepada Brahma.
Purana-Purana ini ditulis dalam bentuk “tanya jawab.” Mereka umumnya berisi kisah-kisah mengenai Dewa dan Dewi. Hindu, mahluk supernatural, orang suci dan manusia biasa. Purana-Purana ini tidak memiliki catatan waktu kapan ia ditulis, tapi beberapa orang mengatakan Purana-Purana itu ditulis mulai abad enam.
1.      Purana “Sumber Ajaran Hindu Komprehensip”
Purana merupakan buku susastra Veda atau susastra Hindu yang mesti dipahami oleh setiap umat Hindu, khususnya para mahasiswa atau yang menekunkan dirinya kepada studi yang mendalam terhadap susastra Hindu. Buku ini pada mulanya dimaksudkan sebagai bahan ajar di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri, dengan bobot 6 SKS (Satuan Kredit Semester), namun karena isinya dipandang sebagai sumber ajaran Hindu yang komprehensip, maka pihak Direktorat Jenderal Bimas Hindu dan Budha memandang sangat baik disebarluaskan kepada seluruh umat Hindu di Indonesia, utamanya para mahasiswa, dosen dan peneliti agama Hindu, mengingat kandungan isi dari buku ini demikian sangat bermanfaat.
Mengingat demikian luasnya materi yang dibahas, dan mengingat hanya baru satti kitab Purana yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, buku ini akan sangat membantu pengembangan wawasan keagamaan sesuai dengan kandungan isi dari berbagai kitab Purana yang ada. Saat ini sudah ada terjemahan dalam bahasa Indonesia, yakni berupa saduran ringkas yang dilakukan oleh Depavali dan Bibek Debroy dengan judul Great Epics of India, isinya sangat terbatas, diterbitkan oleh Paramita Surabaya, dapat pula membantu masyarakat yang ingin mengenal kitab-kitab Purana secara sepintas, namun untuk studi lanjutan, mesti mengacu kepada teks Sansketta yang asli dan hal ini telah dilakukan oleh Penerbit Motilal Banarsidass, di New Delhi India yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.
Kitab ini terdiri dari 6 bab dan masing-masing bab isinya tidak merata, oleh karena itu, dosen yang akan menjadikan bahan ajar ini sebagai bahan wajib untuk mata ajar Purana patut mengambil strategi yang jitu, artinya bab yang ringkas isinya diuraikan dalam satu atau dua kali pertemuan, sedangkan bab yang padat seperti bab IV dan V dibahas beberapa kali pertemuan. Untuk jelasnya masing-masing bab isinya dapat dijelaskan sebagai berikuit: Bab I Pendahuluan menguraikan secara umum isi dari bahan ajar ini, bab II menjelaskan kedudukan kitab Purana dalam susastra Hindu yang membahas hubungan kitab Purana dengan kitab suci Veda, hubungannya dengan kitab susastra Hindu lainnya, kedudukan kitab Purana sebagai sumber hukum Hindu. Bab IV menguraikan topik-topik isi kitab-kitab Purana beserta pengelompokkannya, dengan menguraikan ringkasan masing-masing dari kitab-kitab Purana tersebut, menguraikan isi Upapurana selayang pandang, Panca Laksana dan Dasa Laksana, Tri Guru Purtisa Avatara (Brahma, Visnu dan Siva) dan bab V menguraikan pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab Purana yang dikelompokkan ke dalam 3 kerangka dasar agama Hindu, yaitu: Sraddha, yang membahas Brahmavidya, Atmavidya, Karmaphala, Samsara/Punarjanma dan Moksa. Diuraikan pula ajaran tatasusila (etika) dalam kitab-kitab Purana yang membabas antara lain, dasar etika dan moralitas, Catur Purusartha sebagai tiijuan hidup manusia, dan Caturvamyam (empat profesi manusia berdasarkan bakat /guna) dan karma (perbuatan seseorang), dan Acara Agama yang terdiri dari Sadacara, tempat suci atau tempat pemujaan, upacara Pancayadnya, Tirthayatra, hari-hari raya/hari-hari suci seperti Vijaya Dasami, Holi dan lain-lain, di samping secara khusus membahas Sivaratri dan Sarasvatipuja.
Purana dalam bahasa Sanskerta: purana, berarti “cerita zaman dulu”) adalah bagian dari kesusastraan Hindu yang memuat mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti sejarah kuno atau cerita kuno. Ada 18 kitab Purana yang terkenal dengan sebutan “Mahapurana”. Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai pada tahun 500 SM.
3.      Daftar kitab Purana (Mahapurana):
1.      Matsyapurana
2.      Wisnupurana
3.      Bhagawatapurana
4.      Warahapurana
5.      Wamanapurana
6.      Markandeyapurana
7.      Wayupurana
8.      Agnipurana
9.      Naradapurana
purana merupakan salah satu sumber ajaran hindu. kata Purana berasal dari dua kata, yaitu “pura” dan “ana”. kata Pura bearti jaman kuno dan Ana berarti mengatakan. jadi purana adalah sejarah kuno. pada dasarnya Purana berisi cerita dewa-dewa, raja-raja, dan rsi kuno. Purana berarti juga ceritera kuno, penceritra sejarah, koleksi ceritra. dan di setiap ceritra yang ada pada purana intinya mengandung ajaran agama. mempelajari Purana dan Itihasa adalah langkah pertama untuk mempelajari Catur Weda Samhita. Karena dengan mempelajari Purana kita akan bisa memahami ajaran-ajaran dalam catur veda. dalam Vayu Purana I.201, dijelaskan sebagai berikut:
“Itihasa puranabhyam vedam samupabrmhayet Bibhettyalpasrutad Vedo mamayam praharisyati”
Artinya:
“Hendaknya veda dijelaskan melalui Itihasa dan Purana. veda merasa takut kalau sesorang bodoh membacanya. Veda berfikir, bahwa dia (orang bodoh) itu akan memukulnya.”
kutipan sloka tersebut menjelaskan bahwa weda dapat dipelajari dengan ithasa dan purana. weda tidak pernah melarang umatnya untuk mempelajarinya, hanya saja veda memberikan pilihan bagi umat yang pengetahuannya belum mendalam untuk mempelajari veda melalui referensi-referensi yang membahas ajaran veda dengan bahasa yang mudah dipahami. untuk mempelajari veda harus memiliki pengetahuan yang luas (komprehensif) agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengartikan ajaran yang terkadung pada tiap mantra Veda tersebut.
kata “pura” dalam purana mengandung 2 pengertian yaitu yang lalu dan masa yang akan datang. ada lima (5) unsur penting dalam kitab-kitab purana, yaitu:
1. Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama)
2. pratisarga (ciptaan alam semesta yang kedua)
3. vamsa (keturunan raja-raja dan rsi-rsi)
4. manvantara (perubahan Manu-manu)
5. vamsanucarita (diskripsi keturunan yang akan datang)
Adapun ajaran sradha yang terkandung dalam Purana adalah sebagai berikut:
1.  Brahmavidya
purana sebagai ajaran yang memberikan tuntunan kepada umat Hindu menguraikan tentang ajaran Brahmavidya (pengetahuan ketuhanan). ajaran ketuhanan yang terkandung dalam purana menunjukan heterogenitas. hal ini dibuktikan bahwa dalam purana semua dewa dipuja dan diagungkan.
2. Atmavidya
kata atma atau atman berarti nafas, jiwa atau roh. roh disebut dengan berbagai nama seperti asu, manas, atman yang dipisahkan dengan badan. dalam Garuda purana dijelaskan keberadaan sorga dan neraka sebagai tempat bagi atman menikmati karmanya di alam akhirat setelah meninggal.
3.Kharmaphala
karmaphala diuraikan dalam beberapa kitab purana antara lain Visnu purana, Bhagavata purana (VII.15.47-49), Brahmananda Purana, dan Matsya Purana (39.25)
4. Samsara / Punarjanma
samsara/ punarjanma adalah keyakinan bahwa akan adanya kelahiran kembali/ kelahiran yang berulang kali. Konsep ajaran samsara/ punarjanma diuraikan dalam Bhagavata purana (III.30.I-40)
5.Moksa
moksa adalah tiada keterikatan atma dan bersatunya atma dengan Brahman. uraian tentang ajaran moksa terdapat dalam beberapa kitab purana, yaitu :kitab brahmanda purana (3.4.3.58-60), kitab matsya purana (180.52; 183-37; 185.15; 193.40), dan dalam kitab Vayu purana (104.94).
Demikianlah bagaimana ajaran Panca sradha yang merupakan dasar agama Hindu dijelaskan dalam kitab-kitab purana. dengan demikian dalam mempelajari ajaran suci veda dapat dimulai dengan mempelajari kitab-kitab purana.
Purana
Disamping kitab-kitab Itihasa terdapat juga kitab-kitab Purana, yang merupakan kitab suci Hindu, bagi golongan Saiwa dan Waisnawa, yang menjadi pegangan langsung. Isi dari Purana yakni tentang ceritra-ceritra kuno, yang dikumpulkan dari ceritra-ceritra yang hidup di kalangan masyarakat, yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia.
Jumlah kitab Purana ada 18 buah, yaitu : Brahmapurana, Padmapurana, Wisnupurana, Wayupurana, Bhagawatapurana, Naradapurana, Markandeyapurana, Agnipurana, Bhawisyapurana, Brahmawaiwartapurana, Linggapurana, Warahapurana, Skandhapurana, Wamanapurana, Kurmapurana, Matsyapurana, Garudapurana dan Brahmandapurana.
Kitab Purana dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu:

Kelompok Satwika
Kelompok Purana Satwika adalah kitab-kitab Purana yang menguraikan tentang Dewa Wisnu sebagai Dewa pujaan yang utama. Adapun yang tergolong Purana Satwika adalah Wisnupurana,Naradhapurana, Bhagawatapurana, Garudapurana, Padmapurana, Warahapurana.
Kelompok Rajasika
Kelompok kitab Purana Rajasika adalah kitab-kitab Purana yang isinya menguraikan tentang pemujaan Dewa Brahma sebagai Dewa yang utama. Purana yang tergolong Purana Rajasika adalah  Wamanapurana, Brahmapurana. Brahmandapurana, Brahmawaiwartapurana, Markandeyapurana, Bhawisyapurana,
Kelompok Tamasika
Kelompok kitab Purana Tamasika adalah kitab-kitab Purana yang menguraikan tentang pemujaan kepada Dewa Siwa sebagai Dewa yang tertinggi. Purana yang tergolong Purana Tamasika adalah Linggapurana, Siwapurana, Matsyapurana, Skandhapurana, Kurmapurana, Agnipurana.
Walaupun isinya berbeda-beda, namun pada umumnya Purana memuat lima (5) hal yang menjadi corak khusus, yang disebut Pancalaksana. Kelima ciri ini adalah :
1.      Sarga, yaitu penciptaan alam semesta.
2.      Pratisarga, yaitu penciptaan kembali dunia, setiap kali dunia yang ada itu lenyap. Berlangsungnya dunia ini hanyalah satu hari Brahma.
3.      Wamsayaitu asal usul para dewa dan para Resi.
4.      Manwantaraniyaitu pembagian waktu satu hari Brahma dalam 14 masa. Dalam tiap-tiap masa itu diciptakanlah manusia baru sebagai turunan Manu, manusia pertama.
5.      Wamsanucarita, yaitu  sejarah raja-raja yang memerintah di dunia.

Waktu berlangsungnya dunia ini disebut satu hari Brahma. Satu hari Brahma dibagi menjadi 4 yuga (Catur Yuga), yaitu :
1.      Kretayuga, jaman mas. Dalam jaman ini tidak ada kejahatan sama sekali, adanya hanya baik saja, maka manusia tidak memerlukan sesuatu kitab suci.
2.      Tretayugajaman perak. Manusia sudah kenal baik dan buruk. Kejahatan meningkat sudah sampai 25%, maka manusia memerlukan satu buah kitab suci (Weda), sebagai bimbingan dan pegangan hidup.
3.      Dwaparayugajaman perunggu. Kejahatan meningkat sampai 50 %. Maka manusia memerlukan dua kitab suci (Weda), untuk memimpinnya ke arah kebaikan.
4.      Kaliyuga, jaman besi. Jaman ini berlangsung sampai hari ini. Kejahatannya sudah 75%, makin lama makin menghebat. Manusia memerlukan tiga kitab suci (Weda), untuk dapat mengekang diri, agar jangan terjerumus ke dalam kejahatan (seperti keyakinan kita, menjelang hari kiamat nanti Wisnu akan menjelma menjadi Kalki Awatara, sebagai penyelamat dunia).

Semua umat Hindu diseluruh dunia pasti tak asing lagi dengan Kitab Purana, seperti yang sering kita dengar kitab Purana ini berisikan tentang ramalan-ramalan penciptaan bumi beserta isinya, seperti cerita-cerita Dasa Awatara yang sangat melegenda dan umat Hindu percaya dengan segala kisah yang diceritakan dalam kitab Purana tersebut.
Walaupun kita sering dengar kutipan-kutipan cerita dari kitab Purana namun secara jelas mungkin masih banyak yang belum tahu, nah bagi yang belum tahu tentang kitab Purana berikut uraian dan sekaligus menjadi tulisan paling baru di situs ini :
Dikisahkan setelah menyusun MahaBharata Weda Vyasa yang ke 28 ( Maharsi Khrisna Dvipayana ) menyusun 18 Mahapurana dan 18 Upapurana ( seperti halnya kitab2 Weda (Sruti; catur Weda.) Purana disusun dalam tulisan jauh setelah kisah tersebut berkembang, sehingga tiap Purana banyak ditemukan Versinya ) agar umat Hindu semakin tertuntun dan mendapat cerminan dalam melaksanakan Ajaran Weda.
Purana terdiri atas lima topik Utama ( Panca Laksana ) :
1. Tentang Penciptaan semesta ( pratisarga, sarga dan Pralaya),
2. Geografi
3. Kisah kisah Para Dewa dan berbagai kisah lainnya
4. Manvantara (waktu, jaman yuga dan Manu )
5. Silsilah (Suryawamsa dan Chandrawamsa)
Keseluruhan Mahapurana terdiri atas ± empat Laksa (400.000) Sloka. Dan Krsna Dvipayana dipercaya sebagai penyusunnya ( ada lagi kepercayaan bahwa Mahapurana yang disusun oleh Wedavyasa mempunyai satu crore Sloka, karena jumlah tersebut sangat sulit untuk dibaca oleh manusia biasa. Beliau merangkum purana purana tersebut dalam empat laksa Sloka saja; Siva Purana ). Atau dengan kata lain Vedavyasa telah menyusun suatu Purana asli yang dikenal dengan nama Purana Samhita, beliau kemudian mengajarkan Purana ini kepada muridnya Lomaharsana atau Romaharsana yang kemudian menceritakan Purana Samhita itu kepada umum, dari cerita Lomaharsana tersebut terbentuklah Mahapurana tersebut; [Roma ( rambut ) Harsana ( bergetar ), setiap orang yang mendengar cerita Romaharsana membuat bulu tubuh (bulu roma ) orang yang mendengarkannya berdiri karena terpengaruh oleh indah, seram dan sebagainya dari cerita Purana beliau]
Dengan demikian dinyatakan bahwa Purana tidak disusun oleh seorang pun pengarang lain, pada setiap kurun waktu. Hanya saja beberapa pengarang telah menambahkan cerita dan embel embel hingga naskah ini berkembang lebh banyak jadi sangatlah mungkin beberapa bagian Purana disusun sekitar 500 tahun sebelum masehi Kebanyakan Sarjana Menyetujui bahwa Mahapurana disusun dalam bentuk akhir antara 1000-300 tahun sebelum masehi.
Karakter Purana itu sendiri yg dalam penjabarannya akan selalu mengagungkan salah satu Dewa Trimurti ( mengingat dalam manusia dipengaruhi 3 sifat dasar Tri Guna : satwam = kebaikan, Rajas= Nafsu/gairah, Tamas= kegelapan (kebodohan)
Rajasika Purana : Mengagungkan Dewa Brahma
Sattwika Puranan : Mengagungkan Vishnu
Tamasika Purana : Mengagungkan Shiva
Hal yang menarik dalam Purana adalah satu Purana dengan Purana yang lain mengisahkan peristiwa yang sama dengan versi yang berbeda ( sepintas seperti kontradiksi, namun sebenarnya mengajarkan kita untuk menilai dan menganalisa sesuatu dari sudut pandang yg berbeda.
18 Mahapurana masing-masing :
Rajasika Puranas :
Brahma Purana 9.000
Brahmānda Purana 18.000
Brahma Vaivarta Purana 18.000
Mārkandeya Purana 9.000
Bhavishya Purana 14.000
Vāmana Purana 10.000
Sattwika Puranas :
Vishnu Purana 23.000
Bhagavata Purana 18.000
Nārada Purana 25.000
Garuda Purana 19.000
Padma Purana 55.000
Varaha Purana 24.000
Tamasika Puranas :
Shiva Purana 24.000
Vāyu purana 24.000
Skanda Purana 81.000
Agni Purana 15.000
Matsya Purana 15.000
Kūrma purana 17.000
Kitab Purana merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat cerita-cerita yang menggambarkan pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan.
Selain itu Kitab Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang cerita kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme(Ketuhanan) yang dianut menurut berbagai paham Hindu.
Purana juga dikenal dengan nama “pancama Weda” yaitu Weda kelima karena kitab ini memberikan penjelasan ajaran veda di dalam bentuk cerita yang sangat mudah dipahami oleh masyarakat umum khususnya di jaman Kali yuga ini. Di dalam bahasa sansekerta, kata Purana berarti “tua atau kuno”. Dalam hal ini kata Purana berarti kitab yang menguraikan suatu kejadian di masa lampau yang disajikan di dalam bentuk cerita da ajaran ajran mulia kemanusyaan. Jika ditinjau dari pengertian puitis, kata Purana juga bisa diambil dari kata ”purä –nawa” ( kuno-baru ). Dengan kata lain Purana adalah suatu kitab yang menguraikan suatu kejadian yang telah terjadi dimasa lampau di dalam bentuk cerita yang berisi ajaran ajaran yang sesuai dengan ajaran Weda yang selalu baru dan bersifat segar serta tidak pernah membosankan.
Selalu segar dan tidak pernah membosankan maksudnya adalah meskipun jika cerita ini didengarkan atau diceritakan berulang kali, namun kisah kisah di dalam Purana selalu akan menarik karena didalam kisah tersebut terkandung nilai rohani yang sangat kuat dan memberikan kepuasan kepada sang roh yang bersemayam di dalam badan.
Secara umum, ketika seseorang membaca atau mendengarkan sebuah novel material atau menulis novel material, fakta telah membuktikan bahwa novel tersebut suatu hari akan membosankan si pembaca sehingga pada akhirnya hilang tanpa jejak. Maksimal novel-novel seperti itu akan tenar atau tersedia di pasaran selama 100 tahun atau mungkin sedikit lebih dan setelah itu tidak akan laku lagi alias kadaluwarsa. Tetapi purana, meskipun sudah dibacakan dan di dengar oleh orang orang sejak beribu ribu tahun silam, namun kisah di dalam Purana tidak pernah membosankan para pembaca yang serius untuk mempelajari Purana.
Mereka yang dengan serius untuk mempelajari Purana dibawah bimbingan yang benar akan selalu mendapat keinsafan baru yang dikupas dari kalimat kalimat di dalam purana. Keinsafan baru bukan berarti menemukan teori baru seperti para ilmuwan modern tetapi suatu hal yang sebenarnya sudah ada namun belum pernah dirasakan atau dipahami oleh si pembaca. Hal ini disebabkan oleh kekuatan rohani sang penulis. Selain itu, hal yang paling utama yang menyebabkan Purana tidak pernah kadaluwarsa adalah karena cerita ini mengandung kegiatan Tuhan yang maha kuasa yang selalu bersifat segar dan baru. Meskipun yang maha kuasa merupakan kepribadian tertua atau orang pertama yang ada di alam semesta namun beliau selalu segar.
Di dalam kitab Brahma Samhita diuraikan “advaitam acyutam anädim ananta-rüpam ädyam puräna-purusam nava-yauvanam ca.” “Beliau adalah tiada duanya, tidak pernah gagal, tanpa awal, yang memiliki bentuk yang tak terhingga, awal dari segala sesuatu dan meskipun beliau adalah kepribadian tertua ( purana purusa) namun beliau selalu segar dan kelihatan muda ( nava yauvanam ).”
Berdasarkan beberapa sumber termasuk kamus ‘amara kosa’, secara umum Purana menguraikan 10 pokok bahasan namun ada beberapa Purana yang hanya menguraikan 5 dari sepuluh pokok bahasan tersebut. Menurut Matsya Purana bab 53 ayat 65, suatu kitab bisa disebut sebagai Purana jika kitab tersebut menguraikan paling tidak lima pokok bahasan sebagai berikut :
Sargasca pratisargas ca
vamso manvantaräni ca
vamsyänucaritam caiva
puränam panca-laksanam
lima pokok bahasan yang memenuhi syarat sebagai purana adalah :
1. Proses ciptaan (Sargah)
2. Peleburan (Pratisargah)
3. Silsilah keturunan raja raja yang mulia (Vamsah)
4. Masa pemerintahan para manu (Manvantara)
5. Kegiatan para raja yang agung (Vamsya anucarita)
Ketika kitab menguraikan kelima pokok bahasan, maka kitab tersebut bisa dimasukan kedalam katagori Upa-purana. Jika sebuah Purana mengandung lebih dari lima pokok bahasan ini, yaitu sepuluh pokok bahasan maka purana tersebut digolongkan kedalam golongan Maha-Purana. Sepuluh pokok bahasan Purana diuraikan didalam Srimad Bhagavata Purana skanda dua belas bab tujuh sloka nomor sembilan dan sepuluh sebagai berikut :
sargo ‘syätha visargas ca
vrtti-raksantaräni ca
vamso vamsänucaritam
samsthä hetur apäsrayah
dasabhir laksanair yuktam
puränam tad-vido viduh
kecit panca-vidham brahman
mahad-alpa-vyavasthayä
Para otoritas dalam sastra mengerti bahwa purana mengandung sepuluh pokok bahasan. Beberapa ahli menguraikan bahwa maha purana menguraikan sepuluh sedangkan yang menguraikan kurang dari sepuluh di sebut alpa-purana atau upa-purana. Sepuluh pokok bahasan yang disebutkan didalam sloka diatas adalah sebagai berikut:
1.Proses Ciptaan Alam Semesta ( Sargah )
Proses ciptaan ini maksudnya adalah proses ciptaan yang diciptakan oleh tuhan yang maha esa Sri Wisnu atau Narayana. Pada awalnya yang ada hanya Kepribadian Tuhan yang maha esa, Sri Wisnu. Kemudian beliau menciptakan unsur dari alam semesta material. Saat ini yang tercipta adalah bahan bahan dari alam semesta yaitu Maha Tatva termasuk Panca Mahabhuta.

2. Proses Ciptaan Kedua ( Visarga )
Proses ciptaan kedua yang dimaksud disini adalah ciptaan yang dilakukan oleh Dewa Brahma. Pertama-tama Tuhan yang maha esa Sri Wisnu menciptakan unsur dasar dari alam semesta (Sarga). Beliau juga menciptakan dewa Brahma yang lahir dari bungan padma yang keluar dari pusar padma beliau. Karena itu Sri Wisnu juga dikenal dengan nama “Padma Nabha”. Kemudian dewa Brahma yang dikenal sebagai Widhi (Hyang Widhi) yang artinya makhluk hidup pertama yang diciptakan oleh yang maha kuasa, mulai merancang unsur unsur tersebut kedalam berbagai bentuk dibawah bimbingan yang maha kuasa, Sri Narayana.
Seperti halnya bahan bangunan sudah disediakan oleh alam namun para arsitek mengolah bahan tesebut menjadi bentuk sebuah rumah dan sebagainya. Seperti itu pula dewa Brahma menciptakan alam semesta dari bahan bahan yang sudah disediakan oleh Tuhan. Proses ciptaan kedua yang dilakukan oleh dewa Brahma yang di sini disebut Visarga.
3. Pemeliharaan dan Perlindungan Alam Semesta Beserta Isinya (Vrtti)
Setelah alam semesta diciptakan kedua kalinya atau dengan kata lain setelah alam semesta dirancang sedemikian rupa oleh dewa Brahma, maka alam semesta tersebut perlu dipelihara. Didalam kehidupan sehari hari kita mengalami bahwa untuk memelihara sesuatu adalah hal yang paling sulit. Untuk membuat dan menghancurkan adalah hal yang tidak begitu sulit tetapi untuk memelihara memerlukan keahlian dan kesabaran. Hanya Tuhan yang mampu untuk memelihara, karena itu beliau mengekspansikan diri beliau sebagai Ksirodakasayi Visnu (Paratmatma) dan memelihara semua makhluk hidup. Kepribadian Tuhan dalam bentuk ini dikenal dengan nama Sri Wisnu di dalam Tri Murti. Di dalam Upanisad, ada sebuah sloka yang sangat umum yang menguraikan pemeliharaan yang dilakukan oleh Tuhan kepada para makhluk hidup. “ nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam vyadadati kaman” beliau seorang yang memenuhi keperluan dari semua makhluk hidup di dalam berbagai bentuk. Diulas dari kata Narayana sendiri, kata tersebut bisa diartikan sebagai berikut, “narasya ayanam pravrttih yasmat sah iti narayanah” “Narayana adalah beliau yang merupakan tempat perlindungan (ayana) bagi para makhluk hidup atau beliau yang merupakan sumber dari makhluk hidup.
4. Perlindungan (Posana)
Posana dengan Vrtti mempunyai kemiripan yaitu sama sama memelihara dan melindungi. Tetapi didalam hal ini, proses perlindungan yang diuraikan di dalam purana maksudnya adalah perlindungan yang diberikan oleh Tuhan kepada para penyembahnya yang murni. Sedangkan Vrtti merupakan perlindungan secara umum kepada setiap makhluk hidup seperti yang diuraikan di atas.
Seperti misalnya Prahlada yang dilindungi oleh Sri Narasimha dari cengkraman raksasa Hiranyakasipu. Uraian ini disebut Posana di dalam Purana. Kenapa perlindungan kepada penyembah murni dipisahkan dengan perlindungan secara umum karena penyembah murni memiliki peran yang sangat penting di dalam kemunculan Tuhan ke bumi ini sebagai Awatara. Tujuan Tuhan berawatara bukan hanya untuk menegakkan dharma dan menghancurkan adharma tetapi hal yang lebih penting dari itu semua adalah untuk memuaskan keinginan penyembah beliau yang tulus dan murni.
5. Penyebab Kehidupan yang Berupa Keinginan Material (Hetu)
Para makhluk hidup ( sang roh ) berkeliling dari satu badan yang satu ke badan yang lain di sebabkan oleh keinginan mereka yang material untuk menikmati di dunia mateial ini. Namun sangat disayangkan sekali bahwa dunia material ini bukanlah tempat untuk kenikmatan yang sejati bagi sang roh.
Seperti halnya ikan tidak akan bisa menikmati kemewahan daratan sama halnya sang roh tidak akan bisa menikmati kemewahan hidup di dunia material karena kedudukan dasar dari sang roh adalah sebagai percikan terkecil Tuhan Yang Maha Esa seperti uraian Bhagavad Gita “mama eva amsah jiva loke jiva bhuta sanatanah” Karena itu untuk mencapai kenikmatan sejati, sang roh harus kembali pulang ke alam Tuhan. Dengan kata lain, mereka harus mencapai moksa. Jadi hetu (penyebab) mempunyai peranan yang sangat penting di dalam kehidupan semua makhluk hidup yang sangat berhubungan erat dengan hukum Karmaphala.
6. Masa Pemerintahan Manu (Manvantara/Antarani)
Di dalam satu kalpa ( satu hari bagi deva Brahma) diuraikan terjadi pergantian manu sebanyak 14 kali. Satu hari bagi Brahma diuraikan di dalam bhagavad gita sebagai berikut :
sahasra-yuga-paryantam
ahar yad brahmano viduh
rätrim yuga-sahasräntäm
te ‘ho-rätra-vido janäh
“Berdasarkan perhitungan manusia, seribu kali perputaran jaman ( satya, treta, dvapara, kali yuga) merupakan satu hari bagi brahma. Dan satu malam juga mempunyai masa yang sama”.
Berdasarkan perhitungan di dunia ini, setiap kali yuga berlangsung selama 432.000 tahun, dvapara yuga selama 864.000 tahun, treta yuga selama 1.296.000 tahun dan satya yuga 1.728.000 tahun. Jika keempat jaman ini berputar sebanyak seribu kali maka itu merupakan satu hari bagi dewa Brahma dan satu malam juga mempunyai waktu yang sama. Jika dipikirkan berdasarkan pemikiran kita yang terbatas, kelihatannya ini hanyalah sekedar suatu hayalan. Mana mungkin ada orang yang hidup sekian lama? Pemikiran seperti ini sama seperti pemikiran seekor nyamuk yang hidup selama satu minggu. Kalau misalnya kita bisa berbicara dengan si Nyamuk dan bilang bahwa kami manusia hidup 1 x 4 x 12 x 100 minggu, maka nyamuk itu tidak akan percaya dengan pembicaraan kita karena mereka tidak pernah mengalami hidup sepanjang itu. Bagi kita mungkin seratus tahun sudah cukup lama tapi di planet lain, seratus tahun di bumi ini bagi mereka hannya sekejap mata. Kalkulasi dari kehidupan dewa Brahma ini bukan kalkulasi oleh seorang yang berspekulasi pikiran tetapi kalkulasi yang dibenarkan oleh berbagai sastra paling tidak berdasarkan Bhagavad Gita yang merupakan himpunan inti sari dari semua ajaran kitab suci Weda.
Berdasarkan uraian sastra yang sama, saat sekarang ini, pemerintahan berada di bawah Vaivasvata manu yang merupakan manu yang ke-7 dari empat belas manu. Uraian manu manu lainya diuraikan lebih mendalam didalam Purana. Karena Purana menguraikan kejadian di dalam berbagai pemerintahan manu, maka kadang kadang ada beberapa cerita yang tidak cocok antara Purana yang satu dengan purana yang lain . Seperti contoh, di dalam beberapa Purana mungkin diuraikan bahwa begitu Pariksit dikutuk oleh brahmana Srengi, Pariksit menjadi marah dan mulai membangun bangunan dari batu untuk menghindari masuknya ular Taksaka sedangkan di Purana lain diuraikan bahwa maharaja Pariksit menerima kutukan itu dan duduk di tepi sungai Gangga mendengarkan Bhagavata Purana dari Sri Sukadeva Gosvami.
Menurut para acarya dan resi penerima wahyu Weda menguraikan bahwa dalam hal ini, perbedaan terjadi karena kejadian tersebut terjadi didalam waktu berbeda. Dengan demikian, kepribadian Pariksit pun merupakan kepribadian berbeda antara yang satu dengan yang lain dilihat dari sudut pandang perbedaan manvantara dan perbedaan yuga. Kepribadian yang berbeda tetapi mengambil posisi yang sama. Seperti misalnya permainan drama, saat ini si A berperan sebagai Pariksit dan besok si B yang berperan sebagai Pariksit. Karena karakter yang berbeda maka aksi pun sedikit berbeda namun tujuan dari kemunculan kepribadian itu semua adalah sama yaitu untuk memberikan jalan kepada yang maha kuasa untuk ikut berperan di dalam suatu kejadian untuk menegakan dharma. Perbedaan seperti ini biasanya terjadi didalam Purana yang berbeda judul dan biasanya tidak di dalam Purana dalam satu judul.
7. Uraian Dynasti Raja-Raja yang Agung dan Kegiatannya (Vamsänucarita)
Vamsanucarita adalah kisah para raja yang memerintah di berbagai tempat di bumi ini. Ini juga menyangkut keterunan dan kegiatan dari masing masing keturunan raja-raja yang mulia tersebut.
8.Peleburan (Samstha)
Ada beberapa jenis peleburan. Peleburan pertama disebut dengan Kanda Pralaya yaitu peleburan yang terjadi di malam hari bagi dewa Brahma. Saat ini peleburan yang terjadi hanya dari planet bumi sampai ke tujuh susunanan planet bagaian bawah sedangkan tujuh susunan planet keatas tidak akan terlebur. Kanda Pralaya terjadi setiap malam hari Brahma tiba dan kemudian setelah dewa Brahma terbangun dari tidur di pagi hari ( setelah tertidur selama seribu perputaran yuga ) maka beliau melihat segala sesuatu telah terlebur dan beliau mulai menciptakan lagi bagian alam semesta yang terlebur tersebut sehingga para makhluk hidup memiliki tempat untuk hidup kembali.
Kemudian yang kedua adalah Maha Pralaya. Maha Pralaya terjadi setelah dewa Brahma mencapai umur 100 tahun. Ketika dewa Brahma mencapai umur seratus tahun, maka beliau harus mengakhiri pos beliau sebagai dewa Brahma dan kembali pulang ke alam rohani melayani kepribadian Tuhan yang maha esa Sri Narayana. Saat ini terjadi peleburan seluruh alam semesta yang berada di bawah tinjauan dewa Brahma masing masing. Kedua peleburan Bhuana Agung ini dilakukan oleh dewa Siwa yang berfungsi sebagai pelebur di dalam Tri Murti.
Itu merupakan peleburan di dalam bhuana agung alam semesta. Kemudian Purana juga menguraikan peleburan Bhuana Alit yang juga dibagi menjadi dua. Peleburan pertama (Khanda Pralaya bagi Bhuana Alit) adalah perpindahan sang roh dari masa kanak kanak ke masak devasa dan ke masa tua. Berdasarkan sastra, perubahan ini termasuk kedalam katagori perpindahan badan karena badan yang sebelumnya sudah diangap meninggal. Hal ini bahkan dibuktikan oleh para ilmuwan secara ilmiah bahwa setiap 7 tahun, tidak satu sel pun yang menyusun badan kita masih hidup. Dengan demikian sel penyusun badan kita yang sekarang adalah berbeda dengan sel penyusun badan kita tujuh tahun yang lalu. Srimad Bhagavad gita juga menguraikan :
Dehino ‘smin yathä dehe
kaumäraà yauvanaà jarä
tathä dehäntara-präptir
dhéras tatra na muhyati
“sang roh yang berada di dalam badan secara terus menerus berpindah dari masa kanak kanak ke masa remaja dan dari masa remaja ke usia tua. Sama halnya, sang roh juga berpindah dari badan yang satu ke badan yang lain setelah meningal. Orang bijaksana tidak terbingungkan oleh pergantian seperti ini”.
Kemudian Maha Pralaya bagi Bhuana Alit adalah seperti bagian terakhir dari sloka di atas yaitu perpindahan dari satu badan ke badan yang lain setelah meninggal dunia. Sang roh akan menerima badan sesuai dengan keinginan yang mereka kembangkan selama berada di badan sebelumnya. Maka dari itu ada proses punar janma. Kadang kadang sang roh menerima badan binatang, kadang kadang menerima badan tumbuh tumbuhan dan kadang kadang menerima badan manusia dan bahkan kadang kadang sebagai Apsara dan Gandharva ( bidadari bidadara ) dan bahkan kadang kadang sebagai para deva. Ini tergantung pada perkembangan keinginan dan aktivitas di dalam badan sebelumnya. Namun di dalam hal ini, badan halus yang sama ( Pikiran, kecedasan dan ego ) masih selalu bersama sang roh di dalam setiap badan. Yang terlebur hanyalah badan kasar yang tersusun dari lima unsur alam.
9. Pembebasan (mukti/moksa/samstha)
Pada dasarnya, pembebasan atau mukti juga merupakan proses peleburan (Samstha) namun di dalam level yang lebih halus. Peleburan (Samstha) yang termasuk kedalam katagori Moksa adalah peleburan yang terjadi pada badan kasar dan badan halus. Dengan demikian sang roh mencapai kedudukannya yang sejati. Sastra menguraikan “ muktir hitva anyatha rupa svarupena samasthitih”, mukti adalah proses dimana seseorang meningalkan berbagai bentuk badan di dunia material ini ( anyatha rupa ) dan mengambil bentuk sejatinya di dunia rohani ( sva-rupa ). Kedudukan sang roh yang sejati di dunia rohani adalah sebagai pelayan yang maha kuasa, Sri Narayana. Ada berbagai rasa yang bisa dikembangkan di dalam hubungan seseorang denga tuhan.
Moksa bukan hanya berarti menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Tuhan adalah pengertian yang masih dangkal tentang Moksa atau dengan kata lain tahapan tersebut adalah tahapan awal dari Moksa. Menyatu dengan Tuhan maksudnya adalah menyatu dengan brahma Jyoti ( sinar suci tuhan). Kalau kita berbicara tentang sinar suci, maka mesti juga mengacu pada sumber dari sinar suci tersebut yang juga merupakan kepribadian yang maha suci. Kepribadian berarti berbentuk pribadi bukan tanpa bentuk. Seperti sinar matahari, adanya sinar matahari karena adanya bola matahari. Sama halnya adanya sinar suci maka mesti ada sumber yang berbentuk yang bersifat suci.
Menyatu dengan Brahman adalah awalan dari kesempurnaan di dalam kehidupan rohani. Kesempurnaan tertingi di dalam kehidupan rohani adalah kembali ke dalam bentuk sejati (svarupena samasthitih) dan melakukan pengabdian kepada yang maha kuasa. Ketika seseorang kembali ke dunia rohani atau alam Tuhan maka mereka tidak akan kembali lagi ke dunia material ini yang penuh dengan penderiataan sedangkan kalau seseorang yang hanya mencapai tingkatan menyatu dengan brahman ( sinar suci Tuhan ) masih ada kemungkinan seseorang untuk kembali ke dunia material ini. Tingkatan brahman, seseorang hanya akan mencapai sifat “Sat” yang berarti kekal, namun sifat “cid dan ananda” ( pengetahuan dan kebahagian ) hanya akan bisa dicapai di dalam alam rohani bukan di dalam sinar suci.
Sastra juga menguraikan bahwa Moksa merupakan tujuan dari dharma. “moksa artham jagadhitaya ca iti dharmah”
10.Tempat Perlindungan yang Utama (apasraya)
Apasraya atau juga kadang kadang di sebut dengan ‘asraya’ merupakan pokok bahasasan yang paling penting di dalam semua purana karena ini merupakan tujuan kehidupan rohani. Tempat perlindungan yang paling tinggi adalah kepribadian tuhan yang maha esa. Srimad Bhagavata Purana skanda kedua bab sepuluh sloka nomer tujuh menguraikan :
äbhäsas ca nirodhas ca
yato ‘sty adhyavasiyate
sa äsrayah param brahma
paramätmeti sabdyate
“ Kepribadian yang satu yang dikenal sebagai kepribadian yang paling utama atau roh yang utama yag bersemayam di dalam hati setiap makhluk hidup merupakan sumber dari seluruh manifestasi semesta, juga sebagai wadah alam semesta serta sebagai akhir dari alam semesta. Dengan demikian beliau adalah sumber asli yang utama dan merupakan kebenaran mutlak”.
Di dalam Weda diuraikan bahwa kepribadian yang merupakan sumber segala sesuatu adalah Narayana. Urian tersebut adalah sebagai berikut :
candrama manaso jatas caksoh suryo ajayata; srotradayas ca pranas ca mukhad agnir ajayata; narayanad brahma jayate, narayanad rudro jayate, narayanat prajapatih jayate, narayanad indro jayate, narayanad astau vasavo jayante, narayanad ekadasa rudra jayante.
” Dewa bulan, candra, berasal dari pikiran Narayana. Dewa matahari, Surya, berasal dari mata padma Sri Narayana, deva pengontrol pendengaran dan nafas kehidupan berasal dari Narayana. Dewa api, Agni, berasal dari mulut padma Narayana, Prajapati dan dewa Brahma berasal dari Narayana, Indra berasal dari Narayana, delapan vasu berasal dari Narayana,sebelas Rudra yang merupakan inkarnasi dari dewa Siwa berasal dari Narayana, dua belas aditya juga berasal dari Narayana”.
Uraian lain dari bagian kitab Atharva Weda juga mendukung pernyataan tersebut diatas sebagai berikut :
narayana evedam sarvam yad bhutam yac ca bhavyam
niskalanko niranjano nirvikalpo nirakhyatah
suddho deva eko narayanah
na dvitiyo’sti kascit
sa visnur eva bhavati
sa visnur eva bhavati
ya evam veda ity upanisa
Jadi berdasarkan sumber sumber diatas, menjelaskan dengan sangat jelas bahwa Narayana adalah sumber segala sesuatu yang merupakan kepribadian yang paling utama, kepribadian Tuhan yang maha esa yang dikenal dengan sebutan ‘Brahman’ oleh para yogi, ‘paramatma’ oleh para jnani dan ‘bhagavan’ oleh para bhakti yogi. Ini merupakan keputusan dan kesimpulan kitab suci yang otentik. Pernyataan apapun yang dinyatakan tanpa dasar sastra maka pernyataan tersebut tidak bisa dipakai dasar argumen karena pernyataan tersebut sudah pasti memiliki kekurangan karena orang yang berpendapat sendiri tidak sempurna. Namun sastra Weda dan berbagai suplemennya merupakan sabda Brahman atau merupakan wahyu Tuhan yang ditulis oleh para resi yang mulia seperti Maha resi Vyasadeva dan lain lain.

Sepintas Masing-Masing Purana
Brahma Purana
Disebut juga Adi Purana karena merupakan Purana yang disusun, naskah asli purana ini tidak ada lagi, naskah sekarang merupakan rancang ulang dengan bahan-bahan yang dikumpulkan dari Mahabharata, Harivamsa, Vayupurana, Markandeya Purana dan Wisnu Purana
Padma Purana
Merupakan Purana terpanjang kedua, menceritakan keagungan Wisnu juga terdapat cara cara pemujaan yang berkenaan dengan Wisnu
Visnu Purana
Tidak seperti umumnya Purana, Wisnu Purana terdiri atas 6 bagian Utama sayang ada beberapa bagian Purana ini tidak sesuai dengan naskah aslinya , meski demikian Wisnu Purana merupakan satu-satunya Purana yg mendekati lima permasalahan yang menjadi karakteristik dari sebuah Purana.
Siva Purana
Ada beberapa ketidaksetujuan tentang apakah Siwa Purana ini adalah Mahapurana atau tidak akan tetapi diluar semua pertimbangan, Siwa Purana jelas adalah suatu Purana yang penting.
Bhagavata Purana
Seringkali dihubungkan dengan Srimad Baghavata. Srimad Bhagavata ini terbagi menjadi 12 Bagian atau Skanda. Sepuluh skanda diantaranya merupakan skanda yang terpanjang. Srimad ini paling terkenal di kalangan umat karena menceritakan kehidupan Sri Khrisna
Narada Purana
Juga dikenal sebagai Vhrat Naradeya, karena aslinya Purana ini diceritakan oleh Devarsi Narada
Markandeya Purana
Purana ini merupakan Purana tersingkat, didalamnya ada sebuah naskah yg dikenal sebagai ’Candi’ yg dibaca oleh hampir sebagian penduduk India khususnya di India Timur. Ada hubungan erat antara Markandeya Purana dengan Mahabharata, banyak pertanyaan yang tidak terjawab bila seseorang membaca Mahabharata akan terjawab dalam Markandeya Purana.
Agni Purana
Dipercaya di karang oleh Agni (dewa Api) sendiri lalu diajarkan kepada Rsi Vasistha, Agni Purana merupakan satu satunya Purana yang penuh dengan ritual upacara. Sehingga dikatakan Agni Purana merupakan Purana terakhir yang disusun, sehingga semua cerita-cerita telah dimuat dalam Purana-Purana lain yang tersisa adalah masalah ritual upacara saja, disamping Ritual juga ditonjolkan tentang wujud pemujaan patung dewa dewi, tempat Tirthayatra, upacara kremasi, Tapabrata, Ilmu firasat dll.
Bhavisya Purana
Merupakah naskah yang menceritakan tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang. Bhavisya merupakan bentuk future tense dari ‘bhu’ yang artinya akan terjadi. Banyak Wahyu dan ramalan yang termuat di Bhavisya Purana. Purana ini juga menceritakan tetntang dinasti-dinasti yang akan memerintah di jaman Kaliyuga. Bahkan Bhavisya Purana juga memuat tentang Nabi Noah ( Nuh ), Nabi Adam, Allah bahkan Putri Victoria
Brahmavaivarta Purana
Purana ini menceritakan tentang Brahma dan penciptaan melalui vivartana ( evolusi ) Brahma. Dalam naskah ini Vedavyasa menjelaskan tentang pengetahuan Brahma
Linga Purana
Dalam Daftar Maha purana Linga Purana menduduki urutan kesebelas, namun tidak berarti Linga Puranan berada di urutan kesebelas dalam penyusunannya, ada banyak ritual upacara dalam naskah ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa Linga Puranan disusun ketika Agama Hindu telah menjadi semakin Ritualistik. Tahun penyusunannya mungkin berkisar antara 800-900 sebelum masehi. Bahasa lingga Purana ini cukup sulit untuk dimengerti, komposisi naskah juga tidak seindah Purana lain, kalimatnya masih berliku-liku hingga memahaminya relatif sulit.


Varaha Purana
Khusus mengagungkan Visnu dalam inkarnasinya sebagai babi hutan (Varaha). Kadang-kadang Purana ini juga disebut Visnawa Purana karena isinya langsung diceritakan Wisnu dalam wujud Varaha kepada Prthivi ( Dewi Bumi), aslinya naskah ini terdiri atas 24 ribu Sloka dan yang tertinggal sekitar 10 Ribu Sloka saja, bagian-bagian yang hilang menceritakan tentang penciptaan, Vamsanucarita ( keturunan raja-raja) dan Manvatara. Sedangkan yang tertinggal hanya berisikan doa-doa, aturan-aturan upacara dan cerita tentang tempat suci.
Skanda Purana
Sakanda Purana merupakan Purana terpanjang dalam Mahapurana. Purana ini dianggap karya Vedavyasa kedua setelah Mahabharata, didalam Skanda Purana juga memeuat beberapa cerita Mahabharata didalamnya. Para Sarjana juga sepakat Skanda Purana bukanlah suatu kesatuan karya. Naskah Skanda Purana yang ada sekarang merupakan kompilasi dari naskah-naskah skanda Purana yang ada di berbagai wilayah di India. Ada dua alternatif tentang siapa yang menurunkan naskah ini, pertama tentu saja diasosiasikan kepada Putra Siwa dan Parwati, Skanda jenderal para Dewa lalu beliau menurunkan kepada Rsi Brghu lalu Rsi Brghu menurunkan kepada Rsi Chyavana dan Rsi Rcika lalu Vedavyasa yang merangkum naskah dari kedua Rsi tersebut . Beberapa ahli menelusuri bahwa Sakti Siwa yaitu Parwati yang menurunkan Skanda Purana kepada Puteranya Skanda, Nandi (pengawal Siwa) menerima naskah ini dari Skanda lalu menurukan kepada Rsi Atri.
Vamana Purana
Adalah purana yang isinya pendek. Purana ini dibagi menjadi dua bagian,naskah ini berhubungan dengan Avatara Wisnu yaitu Vamana ( manusia cebol )
Kurma Purana
Nama Karma Purana juga berhubungan dengan avatara Wisnu. Kurma berarti kura kura. Dalam wujud inkarnasi inilah Visnu menyampaikan isi Purana ini, makanya nama Purana mengikuti. Purana ini terdiri dari empat bagian yaitu Brahmi, Bhagavati, Souri dan Vaisnavi. Namun satu satunya bagian yang kita jumpai hanyalah Brahmi. Oh ya mungkin Anda sudah biasa mendengar Gita (Bhagavad Gita ) yang diajarkan Krishna kepada Arjuna. Anda juga pasti tahu Gita tersebut adalah bagian dari Mahabharata ( Bhisma Parwa ), yang mungkin belum anda ketahui adalah jumlah kitab Bhagavad Gita ini lebih dari satu, untuk membedakan Gita ini dengan yang lainnya orang harus menyebut secara lengkap Gita ini yaitu Srimadbhagavata Gita, karena ada juga Gita yang merupakan bagian dari Kurma Purana yang dinamakan Isvara Gita.
Mastya Purana
Purana ini dinamakan Mastya Purana karena diturunkan oleh Visnu dalam wujud avatara Mastya ( ikan )
Garuda Purana
Naskah yang berukuran sedang, dinamakan Garuda Purana karena diturunkan oleh burung Dewata Garuda kepada Rsi Kasyapa.
Brahmanda Purana
Purana ini selalu menjadi urutan terakhir dalam Mahapurana
Vayu Purana
Diatas dalam urutan keempat ada dua Purana yang menempatinya, hal ini disebabkan karena adanya ketidaksetujuan tentang Mahapurana keempat, apakah Siwa Purana atau Vayu Purana, dalam Mastya Purana dan Narada Purana bahwa Vayu Purana lah menempati urutan keempat. Dan tidak ada jalan untuk menengahi hal ini
Vayu Purana pertama kali diturunkan oleh Vayu ( Dewa Angin )
Demikian sedikit pengenalan tentang Mahapurana


4 komentar: