PURANA
Pengertian Purana
Kita dapat
jumpai dalam Kitab – kitab Atharva Veda (XI.7.24 dan XV.7.11-12), Sathapatha
Brahmana (XI.5.6.8), Bhradaranyaka Upanisad (IV.5.11), Candogya Upanisad
(III,4.1-2) dan lain – lain oleh karenanya dapat dinyatakan bahwa “Purana”
telah muncul sebelum ditetapkannya tahun masehi. Kitab – kitab Semerti
menyatakan bahwa Purana adalah buku – buku yang memberikan komentar
(Penjelasan) tentag segala sesuatu dalam Kitab Suci Veda. Dari berbagai
pernyataan tersebut di atas dapat disebutkan bahwa “Purana” benar – benar
merupakan susastra Veda yang amat tua usianya disusun jauh dimasa lalu. Sebagai
jenis susastra Hindu, Purana telah ada sejak jaman Veda. Seperti telah
disebutkan di atas istilah Purana sebagai suatu karya sastra keagamaan yang di
dalamnya di kandung ceritra – ceritra kuno dapat pula kita jumpai didalam
susastra Veda, di dalamnya Kitab – kitab Itihasa, seperti dalam Ramayana (Karya
Maha Rsi Valmiki) dan Mahabharata (Karya Maha Rsi Vyasa). Dalam Kitab Manawa
Dharmasastra (Karya Maha Rsi Manu) juga menyebutkan tentang Purana.
Purana berasal
dari kata : Pura + Ana menjadi kata “Purana”. “Pura” berarti kuno atau jaman
kuno dan “Ana” berarti menyatakan. Jadi Purana adalah sejarah kuno. Purana
isinya menceritakan Dewa – dewa, Raja – raja, dan Rsi – rsi kuno. Purana juga
berarti ceritra kuno dan setiap ceritra Purana intinya mengandung ajaran agama.
Kata “Pura” di dalam Purana mengandung dua pengertian yaitu yang lalu dan yang
akan datang. Kata “Purana” dapat dijumpai lebih dari puluhan kali di dalam
Kitab Suci Rg Veda, sebagai kata sifat yang berarti kuno atau tua. Kitab
Nighantu (III.27) menyebutkan enam kata di dalam Veda yang mengandung
pengertian “Purana” antara lain : Pratnam, Pradirah, Pravayah, Sanemi, Purvyam,
Ahnaya. Yaska dalam Kitabnya Nirukta (III.9) menyatakan “Purana” berasal dari
kata “Pura” yakni Pura Nayan Bhavati artinya sesuatu yang baru di masa silam.
Kata “Purana” barangkali berasal dari kata “Puratana” kemudian dalam bentuknya
berubah menjadi “Purana”. Secara etimologi, istilah Purana dijumpai dalam Kitab
Vayu Purana (I.203) yakni berasal dari kata “Pura” (pada masa purba, terdahulu)
dan dari kata “An” artinya bernafas atau hidup, oleh karena itu kata “Purana”
berarti mereka yang hidup dari jaman purba (Yasmat Pura Hyamati dan Purana Tena
Tatsmartam). Kitab Brahmanda Purana (I.1.173) menyatakan disebut Purana karena
keberadaannya di jaman yang sangat purba (Yasmat Pura Hyabhucaitat Purana Tena
Tatsmrtam). Sedangkan Padma Purana (V.2.253) sedikit berbeda dalam menjelaskan
etimologi Purana, yang menyatakan : hal tersebut dinamakan “Purana” karena
merindukan atau menginginkan (kehidupan) masa lampau, dari kata “Pura” dan akar
kata “Vas” yang berarti merindukan atau menginginkan (Pura Puram Vasisteha
Puranam Tena Vai Smrtam). Menurut Panini (4.2.23,2.1.4) “Purana” berasal dari
“Pura” (Purvasminkala), artinya yang telah ada di masa lalu. Matsya Purana
(53.63) menggambarkan bahwa Purana mengandung catatan kejadian – kejadian masa
yang silam. Walaupun di jaman yang sangat purba, kita belum menemukan susastra
Purana, sesungguhnya ceritra – ceritra yang terdapat dalam kitab – kitab Purana
sudah di kenal jauh sebelum sabda suci Veda dihimpun. (Pusalker 1959 :75).
Dalam Ramayana karya Valmiki (IV.62,13) kata Purana berarti ramalan yang dibuat
pada jaman purba (Winternitz 1990 : 501 ff). Maha Rsi Kautilya pada kitabnya
Artha Sastra (I.5.14) yang membahas tentang Itihasa menyebutkan bahwa “Purana”
dan Itivrtta dari segi isinya merupakan bagian dari Itihasa. Itivrtta berarti peristiwa
bersejarah, Purana berarti mitologi dan tradisi yang lama dalam legenda. Di
dalam Matsya Purana (I.203) dinyatakan bahwa kata “Purana” berasal dari kata :
(1) Puranyate, (2) Puraanati, (3) Purabhavam, ketiga
kata – kata ini mengandung makna keadaan yang lalu atau kedaan yang telah lalu.
Selanjutnya dalam Kitab Laksikon Sabda Kalpa Druma (III.179) secara gramatika
kata “Purana” dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pura
(Puvasmin kale) Bhavam (Panini 4.3.23 ; 2.1.29 atau 4.3.105)
2. Pura
Niyate Iti (Tagore, 1992, Vol.7, Part I : XVII)
Seorang
sarjana besar ahli Bahasa Sansekerta Rangacarya memberikan definisi tentang
“Purana” yang menyatakan bahwa terdiri dari dua kata yaitu : “Pura” dan “Nava”.
Pura berarti lama dan Nava berarti baru. Purana berarti segala sesuatu tradisi
yang baik dan selalu menarik untuk diceritakan kembali ada sejak jaman purba.
Margaret dan James Stutly dalam Harper’s Dictionary of Hinduism menyatakan :
Purana merupakan kumpulan cerita kuno setelah jaman Veda. Chakuntala
Jagannathan menjelaskan tentang Kitab – kitab Purana sebagai berikut : setelah
Sruti, Smrti, dan Itihasa kita memiliki buku yang ke-4 yakni Kitab – kitab
Purana. Kitab – kitab Purana terdiri dari 18 macam. Berdasarkan dari berbagai
pendapat tersebut di atas, maka dapat dinyatakan bahwa Purana merupakan susatra
Hindu yang di dalamnya penuh dengan ceritra keagamaan, memberi tuntunan bagi
kehidupan dan kehidupan umat manusia.
Ruang Lingkup dan jumlah Kitab – kitab Purana
Beberapa Kitab
Purana seperti : Matsya (53.3.11), Vayu (I.60-61) Brahmanda (I.1.40-41), Lingga
(I.2.2), Naradya (I.92.22-26), dan Padma Purana menyatakan aslinya Kitab Purana
hanyalah satu dan Brahma yang pertama kali mengajarkannya, kemudian barulah
Kitab Suci Veda diturunkan muncul dari bibir Brahma demikianlah asalnya yang
selanjutnya berkembang menjadi seratus karor sloka dan itulah inti sarinya yang
diumumkan pada setiap jaman Dvapara (Dvapara Yuga) oleh Maha Rsi Vyasa. Adapun
unsur penting dalam Kitab Purana tentang “Panca Laksana” seperti yang
disebutkan dalam Kitab Kurma Purana :
Sargas ca prati sargas ca
Vamso manvantarani ca
Vansanucaritam cai va
Puranam pancalaksanam
Kurma Purana
(I.1-12)
Ada lima unsur
penting dalam Kitab Purana yang disebut Panca Laksana yaitu : Sarga (ciptaan
alam semesta yang pertama), Prati Sarga (citaan alam semesta yang kedua), Vamsa
(keturunan raja – raja dan rsi – rsi), Manvantara (perubahan dari manu ke
manu), Vamsanucaritam (diskripsi keturunan yang akan datang.
Selanjutnya
jumlah Kitab Purana sebanyak delapan belas buah (umumnya kitab – kitab ini
disebut Maha Purana). Kurma Purana (I.1.13-15) mengenai daftar urutan Kitab –
kitab Purana dari 1-18 sekaligus jumlah slokanya masing – masing seperti
tercantum dalam tabel (Purana-Dr.Titib, Hal 27). Di dalam satu sloka dari
Devebhagavata Purana, kita menemukan nama – nama Purana untuk mudah
mengingatnya.
Madhvayam
bhadvayam caiva
Bratrayam
vacatustayam
Nalimpagnim
kuskam garudam eva
Devibhagavata
(I.3.2)
Adapun makna terjemahan sloka ini
adalah menguraikan nama dan jumlah Kitab – kitab Purana, sebagai berikut :
a. Dua
dengan hurup “ma”
1. Matsya
Purana
2. Markandeya Purana
b. Dua
dengan hurup “bha”
1. Bhavisya
Purana 2.
Bhagavata Purana
c. Tiga
dengan hurup “bra”
1. Brahma
Purana
2.
Brahmanda Purana
3. Brahma Vaivarta Purana
d. Empat
dengan hurup “va”
1. Visnu
Purana
2. Vayu Purana
3. Vamana
Purana
4. Varaha Purana
e. Tujuah
dengan hurup “na, lin, va, agnim, kuskam, dan garudam”, yaitu :
1. Narada
Purana
2. Lingga Purana
3. Padma
Purana
4. Agni Purana
5. Kurma
Purana
6. Skanda Purana
7. Garuda Purana
Daftar ke
delapan belas Purana diberikan pada masing – masing kitab tersebut sebagai
pertimbangannya, tak ada yang pertama dan tak ada yang terakhir namun
kesemuanya sudah eksis satu dengan yang lain sudah melengkapi. Pada
Uttaradhyaya dari Padma Purana (263.81) dapat dijumpai pengelompokan kitab –
kitab Purana sesuai dengan Tri Guna Purusa Avatara dari sudut pendirian
pengikut Vaisnawa. Menurut pengelompokannya hanya kitab- kitab Purana (Visnu,
Narada, Bhagavata, Garuda, Vadma dan Varaha) merupakan kualitas “Ketuhanan”
(Sattwika) dan menguasai pembebasan. Kitab – kitab Purana yang diabdikan kepada
Brahman (Brahmanda, Brahmavaivarta, Markendeya, Bhavisya, Wamana, dan Brahma)
merupakan kualifikasi “nafsu” (Rajasika) dan hanya mengantarkannya untuk
mencapai sorga, sedangkan Kitab – kitab Purana lainnya diabdikan kepada Dewa
Siwa (Matsya, Kurma, Lingga, Siva, Skanda, dan Agni) digambarkan sebagai
“kegelapan” (Tamasika) dan menguasai neraka.
Di dalam
Sivarahasyakanda dari Sansekerta Samhiti, dari Kitab Skanda Purana nama – nama
dari delapan belas Purana itu disebutkan satu demi satu serta pengelompokannya
sebagai berikut :
1. Sepuluh
Purana berikut : Siva (Vayu), Darisya, Markandeya, Lingga, Varaha, Sekanda,
Matsya, Kurma, Vanana, dan Brahmanda Purana dinyatakan sebagai Purana yang Sivaistik
2. Empat
Purana berikut : Visnu, Bhagavata, Naradiya, dan Garuda Purana dinyatakan
sebagai Visnuistik
3. Brahma
dan Padma Purana dikatakan diabdikan untuk Brahman (Brahmanistik)
4. Agneya
diabdikan untuk Agini
5. Brahma
Vaivarta diabdikan untuk Savitri
Kitab – kitab
Purana (Maha Purana) di atas disusun oleh Maha Rsi Vyasa. Buku – buku Purana
yang ditulis belakangan dikenal dengan nama “Upapurana” atau Purana Kecil
(Minor Purana)
Jumlah Upapurana juga 18, yaitu :
1.
|
Sanathkumara
|
10.
|
Kalika
|
||
2.
|
Narasimha
|
11.
|
Samba
|
||
3.
|
Naradiya
|
12.
|
Saura
|
||
4.
|
Siva
|
13.
|
Aditya
|
||
5.
|
Durvasa
|
14.
|
Mahesvara
|
||
6.
|
Kapila
|
15.
|
Devibhagavatam
|
||
7.
|
Manawa
|
16.
|
Vasistha
|
||
8.
|
Usana
|
17.
|
Visnu dharmottara
|
||
9.
|
Varuna
|
18.
|
Nelamata Purana
|
||
Masa Disusun dan Penyusun Kitab – kitab Purana
Kitab – kitab
Purana merupakan susastra agama yakni : “Hinduisme” yang mencapai jaman
keemasan pada pemujaan terhadap Deva Visnu dan Deva Siva dan kitab – kitab
tersebut merupakan buku penting pada era Brahmanisme. Pendapat para tokoh
tentang Purana : H.H Wilson mengungkapkan sesuai dengan semua Purana baik yang
merupakan karya yang belakangan merupakan Susastra Sansekerta dan nampaknya
berasal pada beberapa ribu tahun yang lalu tanpa cara pemeliharaan.
Untuk karya
sastra (puisi) Bana (sekitar 625 masehi) mengetahui Purana secara pasti dan
menuliskan dalam Novel sejarahnya yaitu : Harsacarita, Kumarila, yaitu seorang
filosop (sekitar 750 Masehi) menyatakan, Purana adalah sumber hukum. Sri
Sankara (Abad ke-9 Masehi) dan Ramanya (Abad ke-12 Masehi) menggolongkan Purana
dalam kitab – kitab suci dalam pengajaran pilsafat mereka. Seorang penjelajah
Arab Alberumi (Sekitar 1030 Masehi) menggolongkan Purana menjadi 18 Purana dan
mengutifp tak hanya Aditya, Vayu, Matsya, dan Visnu Purana tetapi telah dikaji
secara cermat salah satu kitab Purana yang memilih bahwa Purana terakhir adalah
Visnudharmottara (Vinternitz 1990 : 503).
Terdapat
perbedaan pandangan yang sangat luas antara para sarjana India tentang masa
disusunnya Kitab – kitab Purana yang sebagian menyatakan bahwa Purana (Purana
Samhita) “yang asli” telah ditulis sebelum era masehi. Menurut VS Agrawala,
Lomaharsana adalah guru yang asli dari Purana, yang mengajarkan mula
samhita yang jumlahnya masing – masing 4.000-6.000 sloka, yang meguraikan
6 topik penting dan sangat mendasar (essensi) yang setiap bagiannya terdiri
dari 4 pada yakni : Sarga atau pencipta dunia, Prati Sarga atau masa
kehancuran, Manvantara atau masa – masa usia dunia dan Vanisa atau silsilah
keturunan suatu dinasti. Catur Pada atau Catur Laksana ini tetap terpelihara
dan dapat dijumpai dalam kitab Vayu Purana dan Brahmanda Purana.
Lebih jauh
menurut R.C.Hazra (Loc.Cit) sisipan (interpolasi) tetang materi terhadap kitab
– kitab Ur-Purana telah terjadi antara abad ke-3 sampai abad ke-5 masehi yang
mengambilkannya dari kitab – kitab Semrti. Pada umumnya para sarjana
berpendapat bahwa Kitab – kitab Purana telah ditulis antara 400 sampai 1.000
sebelum masehi, namun untuk dimaklumi bahwa bentuknya tenunya tidak sama
persisi dengan yang kita warisi dewasa ini. Gyani dalam artikelnya, “Date on
the Purana Litrature” (Vol. II, No.3.1-2) menguraikan empat fase penulisan
Kitab – kitab Purana sebagai berikut :
1. Fase
Akhyana vamsa sekitar 1.200-950 sebelum masehi
2. Fase
Perpecahan (terbagi menjadi 2 kelompok) sekitar 950-500 sebelum masehi
3. Fase
Panca Laksana, sekita 500 sebelum masehi sampai awal masehi
4. Fase
Sektarian atau fase ensiklopedi, mulai awal tahun masehi sampai 700 masehi
(Deshpande, Vol. 39, Part I 1988 : XVIII)
Seperti yang
telah diuraikan di depan, dinyatakan bahwa penyusun Kitab – kitab Purana adalah
Maha Rsi Vyasa, Putra Parasara yang juga dikenal dengan nama Krsna Dvipayana.
Di Indonesia di Jawa maupun di Bali hanya ditemukan 1 dari 18 Purana yaitu :
berbentuk prosa yakni Brahmanda Purana yang mempergunakan Bahasa Bali dan
Bahasa Jawa Kuno. Prof. Dr. Poerbatjaraka dalam penelitiannya tentang sastra
Jawa Kuno Kitab Brahmanda Purana sejaman dengan kitab Sang kamahayanikan yang
ditulis 851-869 çaka (929-947 masehi) berkarakter Sivaistik.
Purana Berbahasa Jawa Kuno (di Indonesia)
Kitab
Brahmanda Purana berbahasa Jawa Kuno, yang satu – satunya Kitab Purana dalam
kasanah kepustakaan Jawa Kuno. Yang merupakan sumber ajaran Agama Hindu, yang
menurut P. Van Stein Callenfels dan Zoetmulder kitab ini seperti halnya
Sarasamuscaya dan Agastya Parwa merupakan karya religius (Hinduistilo). Di
Indonesia telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh I Gede Sandi, B.A
dan I Gede Puja, MA. SH (1980) dan kajian yang pertama, dilakukan oleh I Gonda
yang dilaksanakan pada tahun 1932 (Zoetmulder 1953:59). Prof. Dr. Rajendra
Mishra menyatakan bahwa Kitab Brahmanda Purana Berbahasa Jawa Kuno tersebut
bersumber pada Brahmanda Purana berbahasa Sansekerti karya Maha Rsi Veda Vyasa
(1989:84). Di masyarakat masih terjadi kerancuan menganggap kitab – kitab Raja
Purana seperti Raja Purana Pura Besakih sebagai juga kitab – kitab Purana (Maha
atau Upapurana), kerancuan ini meski segera diakhiri, karena kitab – kitab Raja
Purana memuat catatan tentang
Upacara –
upacara di Pura tersebut, propertinya dan lain – lain, yang sangat jauh berbeda
dengan kitab – kitab Purana berbahasa Sanskerta sebagai sumber Komprehensif
ajaran Agama Hindu.
Purana-purana adalah
kitab yang berisi cerita-cerita keagamaan yang menjelaskan tentang kebenaran.
Sama seperti cerita kiasan (parabel) yang dikisahkan oleh Jesus Kristus,
kisah-kisah ini diceritakan kepada orang kebanyakan supaya mereka mengerti kebenaran-kebenaran
dari kehidupan yang lebih tinggi. Misteri alam semesta diungkapkan kepada
orang-orang yang secara spiritual sudah bangun tapi kepada yang lain
misteri-misteri itu harus dijelaskan dalam cerita kiasan Berdasarkan catatan
ini, Purana-Purana itu dapat dikatakan Weda-Weda dari orang kebanyakan, karena
kitab kitab itu menyajikan seluruh misteri melalui mitos dan legenda.
Kata Purana berarti
“purba” (ancient). Purana-Purana itu selalu menekankan bhakti kepada Tuhan.
Hampir semua Purana berkaitan dengan penciptaan dan penghancuran alam semesta,
garis keturunan atau asal-usul (genealogi) dari dewa-dewa dan para orang suci,
dan rincian mengenai dinasti Bulan (Lunar) dan Matahari (Solar). Beberapa dari
Purana-Purana itu,
seperti Mahabbhagawatam, mempunyai penjelasan tentang peristiwa-peristiwa yang
akan datang sama seperti Kitab Wahyu dalam Injil.
Diantara sejumlah
besar Purana-Purana itu, delapan belas disebut Purana Besar atau Maha Purana.
Masing-masing dari padanya menyediakan satu daftar dari kedelapan belas Purana
termasuk dirinya sendiri, tapi nama-nama dalam daftar itu dalam beberapa Purana
sedikit bervariasi, oleh karena itu kita mempunyai satu daftar dari duapuluh
Maha
Purana. Dari duapuluh
Purana ini, enam ditujukan kepada Wishnu, enam kepada Siwa dan enam kepada
Brahma.
Purana-Purana ini
ditulis dalam bentuk “tanya jawab.” Mereka umumnya berisi kisah-kisah mengenai
Dewa dan Dewi. Hindu, mahluk supernatural, orang suci dan manusia biasa.
Purana-Purana ini tidak memiliki catatan waktu kapan ia ditulis, tapi beberapa
orang mengatakan Purana-Purana itu ditulis mulai abad enam.
1. Purana “Sumber Ajaran Hindu Komprehensip”
Purana merupakan buku
susastra Veda atau susastra Hindu yang mesti dipahami oleh setiap umat Hindu,
khususnya para mahasiswa atau yang menekunkan dirinya kepada studi yang
mendalam terhadap susastra Hindu. Buku ini pada mulanya dimaksudkan sebagai
bahan ajar di Sekolah Tinggi Agama Hindu Negeri, dengan bobot 6 SKS (Satuan
Kredit Semester), namun karena isinya dipandang sebagai sumber ajaran Hindu
yang komprehensip, maka pihak Direktorat Jenderal Bimas Hindu dan Budha
memandang sangat baik disebarluaskan kepada seluruh umat Hindu di Indonesia,
utamanya para mahasiswa, dosen dan peneliti agama Hindu, mengingat kandungan
isi dari buku ini demikian sangat bermanfaat.
Mengingat demikian
luasnya materi yang dibahas, dan mengingat hanya baru satti kitab Purana yang
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia, buku ini akan sangat membantu
pengembangan wawasan keagamaan sesuai dengan kandungan isi dari berbagai kitab
Purana yang ada. Saat ini sudah ada terjemahan dalam bahasa Indonesia, yakni
berupa saduran ringkas yang dilakukan oleh Depavali dan Bibek Debroy dengan
judul Great Epics of India, isinya sangat terbatas, diterbitkan oleh Paramita
Surabaya, dapat pula membantu masyarakat yang ingin mengenal kitab-kitab Purana
secara sepintas, namun untuk studi lanjutan, mesti mengacu kepada teks
Sansketta yang asli dan hal ini telah dilakukan oleh Penerbit Motilal
Banarsidass, di New Delhi India yang menerjemahkannya ke dalam bahasa Inggris.
Kitab ini terdiri
dari 6 bab dan masing-masing bab isinya tidak merata, oleh karena itu, dosen
yang akan menjadikan bahan ajar ini sebagai bahan wajib untuk mata ajar Purana
patut mengambil strategi yang jitu, artinya bab yang ringkas isinya diuraikan
dalam satu atau dua kali pertemuan, sedangkan bab yang padat seperti bab IV dan
V dibahas beberapa kali pertemuan. Untuk jelasnya masing-masing bab isinya
dapat dijelaskan sebagai berikuit: Bab I Pendahuluan menguraikan secara umum
isi dari bahan ajar ini, bab II menjelaskan kedudukan kitab Purana dalam
susastra Hindu yang membahas hubungan kitab Purana dengan kitab suci Veda,
hubungannya dengan kitab susastra Hindu lainnya, kedudukan kitab Purana sebagai
sumber hukum Hindu. Bab IV menguraikan topik-topik isi kitab-kitab Purana
beserta pengelompokkannya, dengan menguraikan ringkasan masing-masing dari
kitab-kitab Purana tersebut, menguraikan isi Upapurana selayang pandang, Panca
Laksana dan Dasa Laksana, Tri Guru Purtisa Avatara (Brahma, Visnu dan Siva) dan
bab V menguraikan pokok-pokok ajaran yang terkandung dalam kitab-kitab Purana
yang dikelompokkan ke dalam 3 kerangka dasar agama Hindu, yaitu: Sraddha, yang
membahas Brahmavidya, Atmavidya, Karmaphala, Samsara/Punarjanma dan Moksa.
Diuraikan pula ajaran tatasusila (etika) dalam kitab-kitab Purana yang membabas
antara lain, dasar etika dan moralitas, Catur Purusartha sebagai tiijuan hidup
manusia, dan Caturvamyam (empat profesi manusia berdasarkan bakat /guna) dan karma
(perbuatan seseorang), dan Acara Agama yang terdiri dari Sadacara, tempat suci
atau tempat pemujaan, upacara Pancayadnya, Tirthayatra, hari-hari
raya/hari-hari suci seperti Vijaya Dasami, Holi dan lain-lain, di samping
secara khusus membahas Sivaratri dan Sarasvatipuja.
Purana dalam bahasa Sanskerta: purana, berarti “cerita zaman dulu”) adalah bagian
dari kesusastraan
Hindu yang memuat
mitologi, legenda, dan kisah-kisah zaman dulu. Kata Purana berarti sejarah kuno
atau cerita kuno. Ada 18 kitab Purana yang terkenal dengan sebutan
“Mahapurana”. Penulisan kitab-kitab Purana diperkirakan dimulai pada tahun 500
SM.
3. Daftar kitab Purana (Mahapurana):
purana merupakan
salah satu sumber ajaran hindu. kata Purana berasal dari dua kata, yaitu “pura”
dan “ana”. kata Pura bearti jaman kuno dan Ana berarti mengatakan. jadi purana
adalah sejarah kuno. pada dasarnya Purana berisi cerita dewa-dewa, raja-raja,
dan rsi kuno. Purana berarti juga ceritera kuno, penceritra sejarah, koleksi
ceritra. dan di setiap ceritra yang ada pada purana intinya mengandung ajaran
agama. mempelajari Purana dan Itihasa adalah langkah pertama untuk mempelajari
Catur Weda Samhita. Karena dengan mempelajari Purana kita akan bisa memahami
ajaran-ajaran dalam catur veda. dalam Vayu Purana I.201, dijelaskan sebagai
berikut:
“Itihasa puranabhyam
vedam samupabrmhayet Bibhettyalpasrutad Vedo mamayam praharisyati”
Artinya:
“Hendaknya veda dijelaskan melalui Itihasa dan Purana. veda merasa takut kalau sesorang bodoh membacanya. Veda berfikir, bahwa dia (orang bodoh) itu akan memukulnya.”
“Hendaknya veda dijelaskan melalui Itihasa dan Purana. veda merasa takut kalau sesorang bodoh membacanya. Veda berfikir, bahwa dia (orang bodoh) itu akan memukulnya.”
kutipan sloka
tersebut menjelaskan bahwa weda dapat dipelajari dengan ithasa dan purana. weda
tidak pernah melarang umatnya untuk mempelajarinya, hanya saja veda memberikan
pilihan bagi umat yang pengetahuannya belum mendalam untuk mempelajari veda
melalui referensi-referensi yang membahas ajaran veda dengan bahasa yang mudah
dipahami. untuk mempelajari veda harus memiliki pengetahuan yang luas
(komprehensif) agar tidak terjadi kekeliruan dalam mengartikan ajaran yang
terkadung pada tiap mantra Veda tersebut.
kata “pura” dalam purana
mengandung 2 pengertian yaitu yang lalu dan masa yang akan datang. ada lima (5)
unsur penting dalam kitab-kitab purana, yaitu:
1. Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama)
2. pratisarga (ciptaan alam semesta yang kedua)
3. vamsa (keturunan raja-raja dan rsi-rsi)
4. manvantara (perubahan Manu-manu)
5. vamsanucarita (diskripsi keturunan yang akan datang)
1. Sarga (ciptaan alam semesta yang pertama)
2. pratisarga (ciptaan alam semesta yang kedua)
3. vamsa (keturunan raja-raja dan rsi-rsi)
4. manvantara (perubahan Manu-manu)
5. vamsanucarita (diskripsi keturunan yang akan datang)
Adapun ajaran sradha yang
terkandung dalam Purana adalah sebagai berikut:
1. Brahmavidya
purana sebagai ajaran yang memberikan tuntunan kepada umat Hindu menguraikan tentang ajaran Brahmavidya (pengetahuan ketuhanan). ajaran ketuhanan yang terkandung dalam purana menunjukan heterogenitas. hal ini dibuktikan bahwa dalam purana semua dewa dipuja dan diagungkan.
purana sebagai ajaran yang memberikan tuntunan kepada umat Hindu menguraikan tentang ajaran Brahmavidya (pengetahuan ketuhanan). ajaran ketuhanan yang terkandung dalam purana menunjukan heterogenitas. hal ini dibuktikan bahwa dalam purana semua dewa dipuja dan diagungkan.
2. Atmavidya
kata atma atau atman berarti nafas, jiwa atau roh. roh disebut dengan berbagai nama seperti asu, manas, atman yang dipisahkan dengan badan. dalam Garuda purana dijelaskan keberadaan sorga dan neraka sebagai tempat bagi atman menikmati karmanya di alam akhirat setelah meninggal.
kata atma atau atman berarti nafas, jiwa atau roh. roh disebut dengan berbagai nama seperti asu, manas, atman yang dipisahkan dengan badan. dalam Garuda purana dijelaskan keberadaan sorga dan neraka sebagai tempat bagi atman menikmati karmanya di alam akhirat setelah meninggal.
3.Kharmaphala
karmaphala diuraikan dalam beberapa kitab purana antara lain Visnu purana, Bhagavata purana (VII.15.47-49), Brahmananda Purana, dan Matsya Purana (39.25)
karmaphala diuraikan dalam beberapa kitab purana antara lain Visnu purana, Bhagavata purana (VII.15.47-49), Brahmananda Purana, dan Matsya Purana (39.25)
4. Samsara / Punarjanma
samsara/ punarjanma adalah keyakinan bahwa akan adanya kelahiran kembali/ kelahiran yang berulang kali. Konsep ajaran samsara/ punarjanma diuraikan dalam Bhagavata purana (III.30.I-40)
samsara/ punarjanma adalah keyakinan bahwa akan adanya kelahiran kembali/ kelahiran yang berulang kali. Konsep ajaran samsara/ punarjanma diuraikan dalam Bhagavata purana (III.30.I-40)
5.Moksa
moksa adalah tiada keterikatan atma dan bersatunya atma dengan Brahman. uraian tentang ajaran moksa terdapat dalam beberapa kitab purana, yaitu :kitab brahmanda purana (3.4.3.58-60), kitab matsya purana (180.52; 183-37; 185.15; 193.40), dan dalam kitab Vayu purana (104.94).
moksa adalah tiada keterikatan atma dan bersatunya atma dengan Brahman. uraian tentang ajaran moksa terdapat dalam beberapa kitab purana, yaitu :kitab brahmanda purana (3.4.3.58-60), kitab matsya purana (180.52; 183-37; 185.15; 193.40), dan dalam kitab Vayu purana (104.94).
Demikianlah bagaimana ajaran Panca sradha yang
merupakan dasar agama Hindu dijelaskan dalam kitab-kitab purana. dengan
demikian dalam mempelajari ajaran suci veda dapat dimulai dengan mempelajari
kitab-kitab purana.
Purana
Disamping
kitab-kitab Itihasa terdapat juga kitab-kitab Purana, yang
merupakan kitab suci Hindu, bagi golongan Saiwa dan Waisnawa, yang menjadi
pegangan langsung. Isi dari Purana yakni tentang ceritra-ceritra kuno, yang
dikumpulkan dari ceritra-ceritra yang hidup di kalangan masyarakat, yang
menyangkut penciptaan dunia dan silsilah para raja yang memerintah di dunia.
Jumlah kitab Purana ada 18 buah, yaitu : Brahmapurana,
Padmapurana, Wisnupurana, Wayupurana, Bhagawatapurana, Naradapurana,
Markandeyapurana, Agnipurana, Bhawisyapurana, Brahmawaiwartapurana,
Linggapurana, Warahapurana, Skandhapurana, Wamanapurana, Kurmapurana,
Matsyapurana, Garudapurana dan Brahmandapurana.
Kitab Purana dapat dikelompokkan
menjadi tiga yaitu:
Kelompok
Satwika
Kelompok Purana Satwika adalah
kitab-kitab Purana yang menguraikan tentang Dewa Wisnu sebagai Dewa pujaan yang
utama. Adapun yang tergolong Purana Satwika adalah Wisnupurana,Naradhapurana, Bhagawatapurana, Garudapurana,
Padmapurana, Warahapurana.
Kelompok Rajasika
Kelompok kitab Purana Rajasika
adalah kitab-kitab Purana yang isinya menguraikan tentang pemujaan Dewa Brahma
sebagai Dewa yang utama. Purana yang tergolong Purana Rajasika adalah Wamanapurana, Brahmapurana. Brahmandapurana,
Brahmawaiwartapurana, Markandeyapurana, Bhawisyapurana,
Kelompok
Tamasika
Kelompok kitab Purana
Tamasika adalah kitab-kitab Purana yang menguraikan tentang pemujaan kepada
Dewa Siwa sebagai Dewa yang tertinggi. Purana yang tergolong Purana Tamasika
adalah Linggapurana, Siwapurana, Matsyapurana, Skandhapurana,
Kurmapurana, Agnipurana.
Walaupun isinya
berbeda-beda, namun pada umumnya Purana memuat lima (5) hal yang menjadi corak
khusus, yang disebut Pancalaksana. Kelima
ciri ini adalah :
1. Sarga, yaitu penciptaan alam semesta.
2. Pratisarga, yaitu
penciptaan kembali dunia, setiap kali dunia yang ada itu lenyap. Berlangsungnya
dunia ini hanyalah satu hari Brahma.
3. Wamsa, yaitu asal usul para dewa dan para Resi.
4. Manwantarani, yaitu
pembagian waktu satu hari Brahma dalam 14 masa. Dalam tiap-tiap masa itu
diciptakanlah manusia baru sebagai turunan Manu, manusia pertama.
5. Wamsanucarita, yaitu
sejarah raja-raja yang memerintah di dunia.
Waktu berlangsungnya dunia ini
disebut satu hari Brahma. Satu hari Brahma dibagi menjadi 4 yuga (Catur Yuga),
yaitu :
1. Kretayuga, jaman
mas. Dalam jaman ini tidak ada kejahatan sama sekali, adanya hanya baik saja,
maka manusia tidak memerlukan sesuatu kitab suci.
2. Tretayuga, jaman
perak. Manusia sudah kenal baik dan buruk. Kejahatan meningkat sudah sampai
25%, maka manusia memerlukan satu buah kitab suci (Weda), sebagai bimbingan dan
pegangan hidup.
3. Dwaparayuga, jaman
perunggu. Kejahatan meningkat sampai 50 %. Maka manusia memerlukan dua kitab
suci (Weda), untuk memimpinnya ke arah kebaikan.
4. Kaliyuga, jaman besi. Jaman ini berlangsung sampai hari
ini. Kejahatannya sudah 75%, makin lama makin menghebat. Manusia memerlukan
tiga kitab suci (Weda), untuk dapat mengekang diri, agar jangan terjerumus ke
dalam kejahatan (seperti keyakinan kita, menjelang hari kiamat nanti Wisnu akan
menjelma menjadi Kalki Awatara, sebagai penyelamat dunia).
Semua umat Hindu
diseluruh dunia pasti tak asing lagi dengan Kitab Purana, seperti yang sering
kita dengar kitab Purana ini berisikan tentang ramalan-ramalan penciptaan bumi
beserta isinya, seperti cerita-cerita Dasa Awatara yang sangat melegenda dan
umat Hindu percaya dengan segala kisah yang diceritakan dalam kitab Purana
tersebut.
Walaupun kita sering
dengar kutipan-kutipan cerita dari kitab Purana namun secara jelas mungkin
masih banyak yang belum tahu, nah bagi yang belum tahu tentang kitab Purana
berikut uraian dan sekaligus menjadi tulisan paling baru di situs ini :
Dikisahkan setelah
menyusun MahaBharata Weda Vyasa yang ke 28 ( Maharsi Khrisna Dvipayana )
menyusun 18 Mahapurana dan 18 Upapurana ( seperti halnya kitab2 Weda (Sruti;
catur Weda.) Purana disusun dalam tulisan jauh setelah kisah tersebut
berkembang, sehingga tiap Purana banyak ditemukan Versinya ) agar umat Hindu
semakin tertuntun dan mendapat cerminan dalam melaksanakan Ajaran Weda.
Purana
terdiri atas lima topik Utama ( Panca Laksana ) :
1. Tentang Penciptaan semesta ( pratisarga, sarga dan Pralaya),
1. Tentang Penciptaan semesta ( pratisarga, sarga dan Pralaya),
2. Geografi
3. Kisah kisah Para
Dewa dan berbagai kisah lainnya
4. Manvantara (waktu,
jaman yuga dan Manu )
5. Silsilah
(Suryawamsa dan Chandrawamsa)
Keseluruhan
Mahapurana terdiri atas ± empat Laksa (400.000) Sloka. Dan Krsna Dvipayana
dipercaya sebagai penyusunnya ( ada lagi kepercayaan bahwa Mahapurana yang
disusun oleh Wedavyasa mempunyai satu crore Sloka, karena jumlah tersebut
sangat sulit untuk dibaca oleh manusia biasa. Beliau merangkum purana purana
tersebut dalam empat laksa Sloka saja; Siva Purana ). Atau dengan kata lain
Vedavyasa telah menyusun suatu Purana asli yang dikenal dengan nama Purana
Samhita, beliau kemudian mengajarkan Purana ini kepada muridnya Lomaharsana
atau Romaharsana yang kemudian menceritakan Purana Samhita itu kepada umum,
dari cerita Lomaharsana tersebut terbentuklah Mahapurana tersebut; [Roma (
rambut ) Harsana ( bergetar ), setiap orang yang mendengar cerita Romaharsana
membuat bulu tubuh (bulu roma ) orang yang mendengarkannya berdiri karena terpengaruh
oleh indah, seram dan sebagainya dari cerita Purana beliau]
Dengan demikian
dinyatakan bahwa Purana tidak disusun oleh seorang pun pengarang lain, pada
setiap kurun waktu. Hanya saja beberapa pengarang telah menambahkan cerita dan
embel embel hingga naskah ini berkembang lebh banyak jadi sangatlah mungkin
beberapa bagian Purana disusun sekitar 500 tahun sebelum masehi Kebanyakan
Sarjana Menyetujui bahwa Mahapurana disusun dalam bentuk akhir antara 1000-300
tahun sebelum masehi.
Karakter Purana itu sendiri yg dalam penjabarannya
akan selalu mengagungkan salah satu Dewa Trimurti ( mengingat dalam manusia
dipengaruhi 3 sifat dasar Tri Guna : satwam = kebaikan, Rajas= Nafsu/gairah,
Tamas= kegelapan (kebodohan)
Rajasika Purana : Mengagungkan Dewa Brahma
Sattwika Puranan : Mengagungkan Vishnu
Tamasika Purana : Mengagungkan Shiva
Hal yang menarik dalam Purana adalah satu Purana dengan Purana yang lain mengisahkan peristiwa yang sama dengan versi yang berbeda ( sepintas seperti kontradiksi, namun sebenarnya mengajarkan kita untuk menilai dan menganalisa sesuatu dari sudut pandang yg berbeda.
Rajasika Purana : Mengagungkan Dewa Brahma
Sattwika Puranan : Mengagungkan Vishnu
Tamasika Purana : Mengagungkan Shiva
Hal yang menarik dalam Purana adalah satu Purana dengan Purana yang lain mengisahkan peristiwa yang sama dengan versi yang berbeda ( sepintas seperti kontradiksi, namun sebenarnya mengajarkan kita untuk menilai dan menganalisa sesuatu dari sudut pandang yg berbeda.
18 Mahapurana masing-masing :
Rajasika Puranas :
Brahma Purana 9.000
Brahmānda Purana 18.000
Brahma Vaivarta Purana 18.000
Mārkandeya Purana 9.000
Bhavishya Purana 14.000
Vāmana Purana 10.000
Brahma Purana 9.000
Brahmānda Purana 18.000
Brahma Vaivarta Purana 18.000
Mārkandeya Purana 9.000
Bhavishya Purana 14.000
Vāmana Purana 10.000
Sattwika Puranas :
Vishnu Purana 23.000
Bhagavata Purana 18.000
Nārada Purana 25.000
Garuda Purana 19.000
Padma Purana 55.000
Varaha Purana 24.000
Vishnu Purana 23.000
Bhagavata Purana 18.000
Nārada Purana 25.000
Garuda Purana 19.000
Padma Purana 55.000
Varaha Purana 24.000
Tamasika Puranas :
Shiva Purana 24.000
Vāyu purana 24.000
Skanda Purana 81.000
Agni Purana 15.000
Matsya Purana 15.000
Kūrma purana 17.000
Shiva Purana 24.000
Vāyu purana 24.000
Skanda Purana 81.000
Agni Purana 15.000
Matsya Purana 15.000
Kūrma purana 17.000
Kitab Purana
merupakan kumpulan cerita-cerita kuno yang menyangkut penciptaan dunia dan
silsilah para raja yang memerintah di dunia, juga mengenai silsilah dewa-dewa
dan bhatara, cerita mengenai silsilah keturunaan dan perkembangan dinasti
Suryawangsa dan Candrawangsa serta memuat cerita-cerita yang menggambarkan
pembuktian-pembuktian hukum yang pernah di jalankan.
Selain itu Kitab
Purana juga memuat pokok-pokok pemikiran yang menguraikan tentang cerita
kejadian alam semesta, doa-doa dan mantra untuk sembahyang, cara melakukan
puasa, tatacara upacara keagamaan dan petunjuk-petunjuk mengenai cara
bertirtayatra atau berziarah ke tempat-tempat suci. Dan yang terpenting dari
kitab-kitab Purana adalah memuat pokok-pokok ajaran mengenai Theisme(Ketuhanan)
yang dianut menurut berbagai paham Hindu.
Purana juga dikenal
dengan nama “pancama Weda” yaitu Weda kelima karena kitab ini memberikan
penjelasan ajaran veda di dalam bentuk cerita yang sangat mudah dipahami oleh
masyarakat umum khususnya di jaman Kali yuga ini. Di dalam bahasa sansekerta,
kata Purana berarti “tua atau kuno”. Dalam hal ini kata Purana berarti kitab
yang menguraikan suatu kejadian di masa lampau yang disajikan di dalam bentuk
cerita da ajaran ajran mulia kemanusyaan. Jika ditinjau dari pengertian puitis,
kata Purana juga bisa diambil dari kata ”purä –nawa” ( kuno-baru ). Dengan kata
lain Purana adalah suatu kitab yang menguraikan suatu kejadian yang telah
terjadi dimasa lampau di dalam bentuk cerita yang berisi ajaran ajaran yang
sesuai dengan ajaran Weda yang selalu baru dan bersifat segar serta tidak
pernah membosankan.
Selalu segar dan
tidak pernah membosankan maksudnya adalah meskipun jika cerita ini didengarkan
atau diceritakan berulang kali, namun kisah kisah di dalam Purana selalu akan
menarik karena didalam kisah tersebut terkandung nilai rohani yang sangat kuat
dan memberikan kepuasan kepada sang roh yang bersemayam di dalam badan.
Secara umum, ketika
seseorang membaca atau mendengarkan sebuah novel material atau menulis novel
material, fakta telah membuktikan bahwa novel tersebut suatu hari akan
membosankan si pembaca sehingga pada akhirnya hilang tanpa jejak. Maksimal
novel-novel seperti itu akan tenar atau tersedia di pasaran selama 100 tahun
atau mungkin sedikit lebih dan setelah itu tidak akan laku lagi alias
kadaluwarsa. Tetapi purana, meskipun sudah dibacakan dan di dengar oleh orang
orang sejak beribu ribu tahun silam, namun kisah di dalam Purana tidak pernah
membosankan para pembaca yang serius untuk mempelajari Purana.
Mereka yang dengan
serius untuk mempelajari Purana dibawah bimbingan yang benar akan selalu
mendapat keinsafan baru yang dikupas dari kalimat kalimat di dalam purana.
Keinsafan baru bukan berarti menemukan teori baru seperti para ilmuwan modern
tetapi suatu hal yang sebenarnya sudah ada namun belum pernah dirasakan atau
dipahami oleh si pembaca. Hal ini disebabkan oleh kekuatan rohani sang penulis.
Selain itu, hal yang paling utama yang menyebabkan Purana tidak pernah
kadaluwarsa adalah karena cerita ini mengandung kegiatan Tuhan yang maha kuasa
yang selalu bersifat segar dan baru. Meskipun yang maha kuasa merupakan
kepribadian tertua atau orang pertama yang ada di alam semesta namun beliau
selalu segar.
Di
dalam kitab Brahma Samhita diuraikan “advaitam acyutam anädim
ananta-rüpam ädyam puräna-purusam nava-yauvanam ca.” “Beliau
adalah tiada duanya, tidak pernah gagal, tanpa awal, yang memiliki bentuk yang
tak terhingga, awal dari segala sesuatu dan meskipun beliau adalah kepribadian
tertua ( purana purusa) namun beliau selalu segar dan kelihatan muda ( nava
yauvanam ).”
Berdasarkan beberapa sumber
termasuk kamus ‘amara kosa’, secara umum Purana menguraikan 10 pokok bahasan
namun ada beberapa Purana yang hanya menguraikan 5 dari sepuluh pokok bahasan
tersebut. Menurut Matsya Purana bab 53 ayat 65, suatu kitab bisa disebut
sebagai Purana jika kitab tersebut menguraikan paling tidak lima pokok bahasan
sebagai berikut :
Sargasca pratisargas ca
vamso manvantaräni ca
vamsyänucaritam caiva
puränam panca-laksanam
vamso manvantaräni ca
vamsyänucaritam caiva
puränam panca-laksanam
lima pokok bahasan yang memenuhi syarat sebagai purana
adalah :
1. Proses ciptaan (Sargah)
2. Peleburan (Pratisargah)
3. Silsilah keturunan raja raja yang mulia (Vamsah)
4. Masa pemerintahan para manu (Manvantara)
5. Kegiatan para raja yang agung (Vamsya anucarita)
1. Proses ciptaan (Sargah)
2. Peleburan (Pratisargah)
3. Silsilah keturunan raja raja yang mulia (Vamsah)
4. Masa pemerintahan para manu (Manvantara)
5. Kegiatan para raja yang agung (Vamsya anucarita)
Ketika kitab
menguraikan kelima pokok bahasan, maka kitab tersebut bisa dimasukan kedalam
katagori Upa-purana. Jika sebuah Purana mengandung lebih dari lima pokok
bahasan ini, yaitu sepuluh pokok bahasan maka purana tersebut digolongkan
kedalam golongan Maha-Purana. Sepuluh pokok bahasan Purana diuraikan didalam
Srimad Bhagavata Purana skanda dua belas bab tujuh sloka nomor sembilan dan
sepuluh sebagai berikut :
sargo ‘syätha visargas ca
vrtti-raksantaräni ca
vamso vamsänucaritam
samsthä hetur apäsrayah
dasabhir laksanair yuktam
puränam tad-vido viduh
kecit panca-vidham brahman
mahad-alpa-vyavasthayä
vrtti-raksantaräni ca
vamso vamsänucaritam
samsthä hetur apäsrayah
dasabhir laksanair yuktam
puränam tad-vido viduh
kecit panca-vidham brahman
mahad-alpa-vyavasthayä
Para otoritas dalam
sastra mengerti bahwa purana mengandung sepuluh pokok bahasan. Beberapa ahli
menguraikan bahwa maha purana menguraikan sepuluh sedangkan yang menguraikan
kurang dari sepuluh di sebut alpa-purana atau upa-purana. Sepuluh pokok bahasan
yang disebutkan didalam sloka diatas adalah sebagai berikut:
1.Proses Ciptaan Alam
Semesta ( Sargah )
Proses
ciptaan ini maksudnya adalah proses ciptaan yang diciptakan oleh tuhan yang
maha esa Sri Wisnu atau Narayana. Pada awalnya yang ada hanya Kepribadian Tuhan
yang maha esa, Sri Wisnu. Kemudian beliau menciptakan unsur dari alam semesta
material. Saat ini yang tercipta adalah bahan bahan dari alam semesta yaitu
Maha Tatva termasuk Panca Mahabhuta.
2. Proses Ciptaan
Kedua ( Visarga )
Proses
ciptaan kedua yang dimaksud disini adalah ciptaan yang dilakukan oleh Dewa
Brahma. Pertama-tama Tuhan yang maha esa Sri Wisnu menciptakan unsur dasar dari
alam semesta (Sarga). Beliau juga menciptakan dewa Brahma yang lahir dari
bungan padma yang keluar dari pusar padma beliau. Karena itu Sri Wisnu juga
dikenal dengan nama “Padma Nabha”. Kemudian dewa Brahma yang dikenal sebagai
Widhi (Hyang Widhi) yang artinya makhluk hidup pertama yang diciptakan oleh
yang maha kuasa, mulai merancang unsur unsur tersebut kedalam berbagai bentuk
dibawah bimbingan yang maha kuasa, Sri Narayana.
Seperti halnya bahan bangunan
sudah disediakan oleh alam namun para arsitek mengolah bahan tesebut menjadi
bentuk sebuah rumah dan sebagainya. Seperti itu pula dewa Brahma menciptakan
alam semesta dari bahan bahan yang sudah disediakan oleh Tuhan. Proses ciptaan
kedua yang dilakukan oleh dewa Brahma yang di sini disebut Visarga.
3. Pemeliharaan dan
Perlindungan Alam Semesta Beserta Isinya (Vrtti)
Setelah
alam semesta diciptakan kedua kalinya atau dengan kata lain setelah alam
semesta dirancang sedemikian rupa oleh dewa Brahma, maka alam semesta tersebut perlu
dipelihara. Didalam kehidupan sehari hari kita mengalami bahwa untuk memelihara
sesuatu adalah hal yang paling sulit. Untuk membuat dan menghancurkan adalah
hal yang tidak begitu sulit tetapi untuk memelihara memerlukan keahlian dan
kesabaran. Hanya Tuhan yang mampu untuk memelihara, karena itu beliau
mengekspansikan diri beliau sebagai Ksirodakasayi Visnu (Paratmatma) dan
memelihara semua makhluk hidup. Kepribadian Tuhan dalam bentuk ini dikenal
dengan nama Sri Wisnu di dalam Tri Murti. Di dalam Upanisad, ada sebuah sloka
yang sangat umum yang menguraikan pemeliharaan yang dilakukan oleh Tuhan kepada
para makhluk hidup. “ nityo nityanam cetanas cetananam eko bahunam vyadadati
kaman” beliau seorang yang memenuhi keperluan dari semua makhluk hidup di dalam
berbagai bentuk. Diulas dari kata Narayana sendiri, kata tersebut bisa
diartikan sebagai berikut, “narasya ayanam pravrttih yasmat sah iti narayanah”
“Narayana adalah beliau yang merupakan tempat perlindungan (ayana) bagi para
makhluk hidup atau beliau yang merupakan sumber dari makhluk hidup.
4. Perlindungan
(Posana)
Posana
dengan Vrtti mempunyai kemiripan yaitu sama sama memelihara dan melindungi.
Tetapi didalam hal ini, proses perlindungan yang diuraikan di dalam purana
maksudnya adalah perlindungan yang diberikan oleh Tuhan kepada para
penyembahnya yang murni. Sedangkan Vrtti merupakan perlindungan secara umum
kepada setiap makhluk hidup seperti yang diuraikan di atas.
Seperti misalnya Prahlada yang
dilindungi oleh Sri Narasimha dari cengkraman raksasa Hiranyakasipu. Uraian ini
disebut Posana di dalam Purana. Kenapa perlindungan kepada penyembah murni
dipisahkan dengan perlindungan secara umum karena penyembah murni memiliki
peran yang sangat penting di dalam kemunculan Tuhan ke bumi ini sebagai Awatara.
Tujuan Tuhan berawatara bukan hanya untuk menegakkan dharma dan menghancurkan
adharma tetapi hal yang lebih penting dari itu semua adalah untuk memuaskan
keinginan penyembah beliau yang tulus dan murni.
5. Penyebab Kehidupan
yang Berupa Keinginan Material (Hetu)
Para
makhluk hidup ( sang roh ) berkeliling dari satu badan yang satu ke badan yang
lain di sebabkan oleh keinginan mereka yang material untuk menikmati di dunia
mateial ini. Namun sangat disayangkan sekali bahwa dunia material ini bukanlah
tempat untuk kenikmatan yang sejati bagi sang roh.
Seperti halnya ikan tidak akan
bisa menikmati kemewahan daratan sama halnya sang roh tidak akan bisa menikmati
kemewahan hidup di dunia material karena kedudukan dasar dari sang roh adalah
sebagai percikan terkecil Tuhan Yang Maha Esa seperti uraian Bhagavad Gita
“mama eva amsah jiva loke jiva bhuta sanatanah” Karena itu untuk mencapai
kenikmatan sejati, sang roh harus kembali pulang ke alam Tuhan. Dengan kata
lain, mereka harus mencapai moksa. Jadi hetu (penyebab) mempunyai peranan yang
sangat penting di dalam kehidupan semua makhluk hidup yang sangat berhubungan
erat dengan hukum Karmaphala.
6. Masa Pemerintahan
Manu (Manvantara/Antarani)
Di
dalam satu kalpa ( satu hari bagi deva Brahma) diuraikan terjadi pergantian
manu sebanyak 14 kali. Satu hari bagi Brahma diuraikan di dalam bhagavad gita
sebagai berikut :
sahasra-yuga-paryantam
ahar yad brahmano viduh
rätrim yuga-sahasräntäm
te ‘ho-rätra-vido janäh
ahar yad brahmano viduh
rätrim yuga-sahasräntäm
te ‘ho-rätra-vido janäh
“Berdasarkan perhitungan manusia,
seribu kali perputaran jaman ( satya, treta, dvapara, kali yuga) merupakan satu
hari bagi brahma. Dan satu malam juga mempunyai masa yang sama”.
Berdasarkan
perhitungan di dunia ini, setiap kali yuga berlangsung selama 432.000 tahun,
dvapara yuga selama 864.000 tahun, treta yuga selama 1.296.000 tahun dan satya
yuga 1.728.000 tahun. Jika keempat jaman ini berputar sebanyak seribu kali maka
itu merupakan satu hari bagi dewa Brahma dan satu malam juga mempunyai waktu
yang sama. Jika dipikirkan berdasarkan pemikiran kita yang terbatas,
kelihatannya ini hanyalah sekedar suatu hayalan. Mana mungkin ada orang yang
hidup sekian lama? Pemikiran seperti ini sama seperti pemikiran seekor nyamuk
yang hidup selama satu minggu. Kalau misalnya kita bisa berbicara dengan si
Nyamuk dan bilang bahwa kami manusia hidup 1 x 4 x 12 x 100 minggu, maka nyamuk
itu tidak akan percaya dengan pembicaraan kita karena mereka tidak pernah
mengalami hidup sepanjang itu. Bagi kita mungkin seratus tahun sudah cukup lama
tapi di planet lain, seratus tahun di bumi ini bagi mereka hannya sekejap mata.
Kalkulasi dari kehidupan dewa Brahma ini bukan kalkulasi oleh seorang yang
berspekulasi pikiran tetapi kalkulasi yang dibenarkan oleh berbagai sastra
paling tidak berdasarkan Bhagavad Gita yang merupakan himpunan inti sari dari
semua ajaran kitab suci Weda.
Berdasarkan uraian
sastra yang sama, saat sekarang ini, pemerintahan berada di bawah Vaivasvata
manu yang merupakan manu yang ke-7 dari empat belas manu. Uraian manu manu
lainya diuraikan lebih mendalam didalam Purana. Karena Purana menguraikan
kejadian di dalam berbagai pemerintahan manu, maka kadang kadang ada beberapa
cerita yang tidak cocok antara Purana yang satu dengan purana yang lain .
Seperti contoh, di dalam beberapa Purana mungkin diuraikan bahwa begitu
Pariksit dikutuk oleh brahmana Srengi, Pariksit menjadi marah dan mulai
membangun bangunan dari batu untuk menghindari masuknya ular Taksaka sedangkan
di Purana lain diuraikan bahwa maharaja Pariksit menerima kutukan itu dan duduk
di tepi sungai Gangga mendengarkan Bhagavata Purana dari Sri Sukadeva Gosvami.
Menurut para acarya
dan resi penerima wahyu Weda menguraikan bahwa dalam hal ini, perbedaan terjadi
karena kejadian tersebut terjadi didalam waktu berbeda. Dengan demikian,
kepribadian Pariksit pun merupakan kepribadian berbeda antara yang satu dengan
yang lain dilihat dari sudut pandang perbedaan manvantara dan perbedaan yuga.
Kepribadian yang berbeda tetapi mengambil posisi yang sama. Seperti misalnya
permainan drama, saat ini si A berperan sebagai Pariksit dan besok si B yang
berperan sebagai Pariksit. Karena karakter yang berbeda maka aksi pun sedikit
berbeda namun tujuan dari kemunculan kepribadian itu semua adalah sama yaitu
untuk memberikan jalan kepada yang maha kuasa untuk ikut berperan di dalam
suatu kejadian untuk menegakan dharma. Perbedaan seperti ini biasanya terjadi
didalam Purana yang berbeda judul dan biasanya tidak di dalam Purana dalam satu
judul.
7. Uraian Dynasti
Raja-Raja yang Agung dan Kegiatannya (Vamsänucarita)
Vamsanucarita
adalah kisah para raja yang memerintah di berbagai tempat di bumi ini. Ini juga
menyangkut keterunan dan kegiatan dari masing masing keturunan raja-raja yang
mulia tersebut.
8.Peleburan (Samstha)
Ada
beberapa jenis peleburan. Peleburan pertama disebut dengan Kanda Pralaya yaitu
peleburan yang terjadi di malam hari bagi dewa Brahma. Saat ini peleburan yang
terjadi hanya dari planet bumi sampai ke tujuh susunanan planet bagaian bawah
sedangkan tujuh susunan planet keatas tidak akan terlebur. Kanda Pralaya terjadi
setiap malam hari Brahma tiba dan kemudian setelah dewa Brahma terbangun dari
tidur di pagi hari ( setelah tertidur selama seribu perputaran yuga ) maka
beliau melihat segala sesuatu telah terlebur dan beliau mulai menciptakan lagi
bagian alam semesta yang terlebur tersebut sehingga para makhluk hidup memiliki
tempat untuk hidup kembali.
Kemudian yang kedua
adalah Maha Pralaya. Maha Pralaya terjadi setelah dewa Brahma mencapai umur 100
tahun. Ketika dewa Brahma mencapai umur seratus tahun, maka beliau harus
mengakhiri pos beliau sebagai dewa Brahma dan kembali pulang ke alam rohani
melayani kepribadian Tuhan yang maha esa Sri Narayana. Saat ini terjadi
peleburan seluruh alam semesta yang berada di bawah tinjauan dewa Brahma masing
masing. Kedua peleburan Bhuana Agung ini dilakukan oleh dewa Siwa yang
berfungsi sebagai pelebur di dalam Tri Murti.
Itu merupakan
peleburan di dalam bhuana agung alam semesta. Kemudian Purana juga menguraikan
peleburan Bhuana Alit yang juga dibagi menjadi dua. Peleburan pertama (Khanda
Pralaya bagi Bhuana Alit) adalah perpindahan sang roh dari masa kanak kanak ke
masak devasa dan ke masa tua. Berdasarkan sastra, perubahan ini termasuk
kedalam katagori perpindahan badan karena badan yang sebelumnya sudah diangap
meninggal. Hal ini bahkan dibuktikan oleh para ilmuwan secara ilmiah bahwa
setiap 7 tahun, tidak satu sel pun yang menyusun badan kita masih hidup. Dengan
demikian sel penyusun badan kita yang sekarang adalah berbeda dengan sel
penyusun badan kita tujuh tahun yang lalu. Srimad Bhagavad gita juga
menguraikan :
Dehino ‘smin yathä dehe
kaumäraà yauvanaà jarä
tathä dehäntara-präptir
dhéras tatra na muhyati
kaumäraà yauvanaà jarä
tathä dehäntara-präptir
dhéras tatra na muhyati
“sang roh yang berada di dalam
badan secara terus menerus berpindah dari masa kanak kanak ke masa remaja dan
dari masa remaja ke usia tua. Sama halnya, sang roh juga berpindah dari badan
yang satu ke badan yang lain setelah meningal. Orang bijaksana tidak
terbingungkan oleh pergantian seperti ini”.
Kemudian Maha Pralaya
bagi Bhuana Alit adalah seperti bagian terakhir dari sloka di atas yaitu
perpindahan dari satu badan ke badan yang lain setelah meninggal dunia. Sang
roh akan menerima badan sesuai dengan keinginan yang mereka kembangkan selama
berada di badan sebelumnya. Maka dari itu ada proses punar janma. Kadang kadang
sang roh menerima badan binatang, kadang kadang menerima badan tumbuh tumbuhan
dan kadang kadang menerima badan manusia dan bahkan kadang kadang sebagai
Apsara dan Gandharva ( bidadari bidadara ) dan bahkan kadang kadang sebagai
para deva. Ini tergantung pada perkembangan keinginan dan aktivitas di dalam
badan sebelumnya. Namun di dalam hal ini, badan halus yang sama ( Pikiran,
kecedasan dan ego ) masih selalu bersama sang roh di dalam setiap badan. Yang
terlebur hanyalah badan kasar yang tersusun dari lima unsur alam.
9. Pembebasan
(mukti/moksa/samstha)
Pada
dasarnya, pembebasan atau mukti juga merupakan proses peleburan (Samstha) namun
di dalam level yang lebih halus. Peleburan (Samstha) yang termasuk kedalam
katagori Moksa adalah peleburan yang terjadi pada badan kasar dan badan halus.
Dengan demikian sang roh mencapai kedudukannya yang sejati. Sastra menguraikan
“ muktir hitva anyatha rupa svarupena samasthitih”, mukti adalah proses dimana
seseorang meningalkan berbagai bentuk badan di dunia material ini ( anyatha
rupa ) dan mengambil bentuk sejatinya di dunia rohani ( sva-rupa ). Kedudukan
sang roh yang sejati di dunia rohani adalah sebagai pelayan yang maha kuasa,
Sri Narayana. Ada berbagai rasa yang bisa dikembangkan di dalam hubungan
seseorang denga tuhan.
Moksa bukan hanya berarti menyatu
dengan Tuhan. Menyatu dengan Tuhan adalah pengertian yang masih dangkal tentang
Moksa atau dengan kata lain tahapan tersebut adalah tahapan awal dari Moksa.
Menyatu dengan Tuhan maksudnya adalah menyatu dengan brahma Jyoti ( sinar suci
tuhan). Kalau kita berbicara tentang sinar suci, maka mesti juga mengacu pada
sumber dari sinar suci tersebut yang juga merupakan kepribadian yang maha suci.
Kepribadian berarti berbentuk pribadi bukan tanpa bentuk. Seperti sinar matahari,
adanya sinar matahari karena adanya bola matahari. Sama halnya adanya sinar
suci maka mesti ada sumber yang berbentuk yang bersifat suci.
Menyatu dengan
Brahman adalah awalan dari kesempurnaan di dalam kehidupan rohani. Kesempurnaan
tertingi di dalam kehidupan rohani adalah kembali ke dalam bentuk sejati
(svarupena samasthitih) dan melakukan pengabdian kepada yang maha kuasa. Ketika
seseorang kembali ke dunia rohani atau alam Tuhan maka mereka tidak akan
kembali lagi ke dunia material ini yang penuh dengan penderiataan sedangkan
kalau seseorang yang hanya mencapai tingkatan menyatu dengan brahman ( sinar
suci Tuhan ) masih ada kemungkinan seseorang untuk kembali ke dunia material
ini. Tingkatan brahman, seseorang hanya akan mencapai sifat “Sat” yang berarti
kekal, namun sifat “cid dan ananda” ( pengetahuan dan kebahagian ) hanya akan
bisa dicapai di dalam alam rohani bukan di dalam sinar suci.
Sastra juga menguraikan bahwa
Moksa merupakan tujuan dari dharma. “moksa artham jagadhitaya ca iti dharmah”
10.Tempat Perlindungan
yang Utama (apasraya)
Apasraya
atau juga kadang kadang di sebut dengan ‘asraya’ merupakan pokok bahasasan yang
paling penting di dalam semua purana karena ini merupakan tujuan kehidupan
rohani. Tempat perlindungan yang paling tinggi adalah kepribadian tuhan yang
maha esa. Srimad Bhagavata Purana skanda kedua bab sepuluh sloka nomer tujuh
menguraikan :
äbhäsas ca nirodhas ca
yato ‘sty adhyavasiyate
sa äsrayah param brahma
paramätmeti sabdyate
yato ‘sty adhyavasiyate
sa äsrayah param brahma
paramätmeti sabdyate
“ Kepribadian yang satu yang
dikenal sebagai kepribadian yang paling utama atau roh yang utama yag
bersemayam di dalam hati setiap makhluk hidup merupakan sumber dari seluruh
manifestasi semesta, juga sebagai wadah alam semesta serta sebagai akhir dari
alam semesta. Dengan demikian beliau adalah sumber asli yang utama dan
merupakan kebenaran mutlak”.
Di dalam Weda
diuraikan bahwa kepribadian yang merupakan sumber segala sesuatu adalah Narayana.
Urian tersebut adalah sebagai berikut :
candrama manaso jatas caksoh
suryo ajayata; srotradayas ca pranas ca mukhad agnir ajayata; narayanad brahma
jayate, narayanad rudro jayate, narayanat prajapatih jayate, narayanad indro
jayate, narayanad astau vasavo jayante, narayanad ekadasa rudra jayante.
” Dewa bulan, candra, berasal
dari pikiran Narayana. Dewa matahari, Surya, berasal dari mata padma Sri
Narayana, deva pengontrol pendengaran dan nafas kehidupan berasal dari
Narayana. Dewa api, Agni, berasal dari mulut padma Narayana, Prajapati dan dewa
Brahma berasal dari Narayana, Indra berasal dari Narayana, delapan vasu berasal
dari Narayana,sebelas Rudra yang merupakan inkarnasi dari dewa Siwa berasal
dari Narayana, dua belas aditya juga berasal dari Narayana”.
Uraian lain dari bagian kitab
Atharva Weda juga mendukung pernyataan tersebut diatas sebagai berikut :
narayana evedam sarvam yad bhutam yac ca bhavyam
niskalanko niranjano nirvikalpo nirakhyatah
suddho deva eko narayanah
na dvitiyo’sti kascit
sa visnur eva bhavati
sa visnur eva bhavati
ya evam veda ity upanisa
niskalanko niranjano nirvikalpo nirakhyatah
suddho deva eko narayanah
na dvitiyo’sti kascit
sa visnur eva bhavati
sa visnur eva bhavati
ya evam veda ity upanisa
Jadi berdasarkan
sumber sumber diatas, menjelaskan dengan sangat jelas bahwa Narayana adalah
sumber segala sesuatu yang merupakan kepribadian yang paling utama, kepribadian
Tuhan yang maha esa yang dikenal dengan sebutan ‘Brahman’ oleh para yogi,
‘paramatma’ oleh para jnani dan ‘bhagavan’ oleh para bhakti yogi. Ini merupakan
keputusan dan kesimpulan kitab suci yang otentik. Pernyataan apapun yang
dinyatakan tanpa dasar sastra maka pernyataan tersebut tidak bisa dipakai dasar
argumen karena pernyataan tersebut sudah pasti memiliki kekurangan karena orang
yang berpendapat sendiri tidak sempurna. Namun sastra Weda dan berbagai
suplemennya merupakan sabda Brahman atau merupakan wahyu Tuhan yang ditulis
oleh para resi yang mulia seperti Maha resi Vyasadeva dan lain lain.
Sepintas Masing-Masing
Purana
Brahma Purana
Disebut
juga Adi Purana karena merupakan Purana yang disusun, naskah asli purana ini
tidak ada lagi, naskah sekarang merupakan rancang ulang dengan bahan-bahan yang
dikumpulkan dari Mahabharata, Harivamsa, Vayupurana, Markandeya Purana dan
Wisnu Purana
Padma Purana
Merupakan
Purana terpanjang kedua, menceritakan keagungan Wisnu juga terdapat cara cara
pemujaan yang berkenaan dengan Wisnu
Visnu Purana
Tidak seperti umumnya
Purana, Wisnu Purana terdiri atas 6 bagian Utama sayang ada beberapa bagian
Purana ini tidak sesuai dengan naskah aslinya , meski demikian Wisnu Purana
merupakan satu-satunya Purana yg mendekati lima permasalahan yang menjadi
karakteristik dari sebuah Purana.
Siva Purana
Ada
beberapa ketidaksetujuan tentang apakah Siwa Purana ini adalah Mahapurana atau
tidak akan tetapi diluar semua pertimbangan, Siwa Purana jelas adalah suatu
Purana yang penting.
Bhagavata Purana
Seringkali
dihubungkan dengan Srimad Baghavata. Srimad Bhagavata ini terbagi menjadi 12
Bagian atau Skanda. Sepuluh skanda diantaranya merupakan skanda yang
terpanjang. Srimad ini paling terkenal di kalangan umat karena menceritakan
kehidupan Sri Khrisna
Narada Purana
Juga
dikenal sebagai Vhrat Naradeya, karena aslinya Purana ini diceritakan oleh
Devarsi Narada
Markandeya Purana
Purana
ini merupakan Purana tersingkat, didalamnya ada sebuah naskah yg dikenal
sebagai ’Candi’ yg dibaca oleh hampir sebagian penduduk India khususnya di
India Timur. Ada hubungan erat antara Markandeya Purana dengan Mahabharata,
banyak pertanyaan yang tidak terjawab bila seseorang membaca Mahabharata akan
terjawab dalam Markandeya Purana.
Agni Purana
Dipercaya
di karang oleh Agni (dewa Api) sendiri lalu diajarkan kepada Rsi Vasistha, Agni
Purana merupakan satu satunya Purana yang penuh dengan ritual upacara. Sehingga
dikatakan Agni Purana merupakan Purana terakhir yang disusun, sehingga semua
cerita-cerita telah dimuat dalam Purana-Purana lain yang tersisa adalah masalah
ritual upacara saja, disamping Ritual juga ditonjolkan tentang wujud pemujaan
patung dewa dewi, tempat Tirthayatra, upacara kremasi, Tapabrata, Ilmu firasat
dll.
Bhavisya Purana
Merupakah
naskah yang menceritakan tentang apa yang akan terjadi di masa mendatang.
Bhavisya merupakan bentuk future tense dari ‘bhu’ yang artinya akan terjadi.
Banyak Wahyu dan ramalan yang termuat di Bhavisya Purana. Purana ini juga
menceritakan tetntang dinasti-dinasti yang akan memerintah di jaman Kaliyuga.
Bahkan Bhavisya Purana juga memuat tentang Nabi Noah
( Nuh ), Nabi Adam,
Allah bahkan Putri Victoria
Brahmavaivarta Purana
Purana
ini menceritakan tentang Brahma dan penciptaan melalui vivartana ( evolusi )
Brahma. Dalam naskah ini Vedavyasa menjelaskan tentang pengetahuan Brahma
Linga Purana
Dalam
Daftar Maha purana Linga Purana menduduki urutan kesebelas, namun tidak berarti
Linga Puranan berada di urutan kesebelas dalam penyusunannya, ada banyak ritual
upacara dalam naskah ini. Hal tersebut menunjukkan bahwa Linga Puranan disusun
ketika Agama Hindu telah menjadi semakin Ritualistik. Tahun penyusunannya
mungkin berkisar antara 800-900 sebelum masehi. Bahasa lingga Purana ini cukup
sulit untuk dimengerti, komposisi naskah juga tidak seindah Purana lain,
kalimatnya masih berliku-liku hingga memahaminya relatif sulit.
Varaha Purana
Khusus
mengagungkan Visnu dalam inkarnasinya sebagai babi hutan (Varaha).
Kadang-kadang Purana ini juga disebut Visnawa Purana karena isinya langsung
diceritakan Wisnu dalam wujud Varaha kepada Prthivi ( Dewi Bumi), aslinya
naskah ini terdiri atas 24 ribu Sloka dan yang tertinggal sekitar 10 Ribu Sloka
saja, bagian-bagian yang hilang menceritakan tentang penciptaan, Vamsanucarita
( keturunan raja-raja) dan Manvatara. Sedangkan yang tertinggal hanya berisikan
doa-doa, aturan-aturan upacara dan cerita tentang tempat suci.
Skanda Purana
Sakanda
Purana merupakan Purana terpanjang dalam Mahapurana. Purana ini dianggap karya
Vedavyasa kedua setelah Mahabharata, didalam Skanda Purana juga memeuat
beberapa cerita Mahabharata didalamnya. Para Sarjana juga sepakat Skanda Purana
bukanlah suatu kesatuan karya. Naskah Skanda Purana yang ada sekarang merupakan
kompilasi dari naskah-naskah skanda Purana yang ada di berbagai wilayah di
India. Ada dua alternatif tentang siapa yang menurunkan naskah ini, pertama
tentu saja diasosiasikan kepada Putra Siwa dan Parwati, Skanda jenderal para
Dewa lalu beliau menurunkan kepada Rsi Brghu lalu Rsi Brghu menurunkan kepada
Rsi Chyavana dan Rsi Rcika lalu Vedavyasa yang merangkum naskah dari kedua Rsi
tersebut . Beberapa ahli menelusuri bahwa Sakti Siwa yaitu Parwati yang
menurunkan Skanda Purana kepada Puteranya Skanda, Nandi (pengawal Siwa)
menerima naskah ini dari Skanda lalu menurukan kepada Rsi Atri.
Vamana Purana
Adalah
purana yang isinya pendek. Purana ini dibagi menjadi dua bagian,naskah ini
berhubungan dengan Avatara Wisnu yaitu Vamana ( manusia cebol )
Kurma Purana
Nama
Karma Purana juga berhubungan dengan avatara Wisnu. Kurma berarti kura kura.
Dalam wujud inkarnasi inilah Visnu menyampaikan isi Purana ini, makanya nama
Purana mengikuti. Purana ini terdiri dari empat bagian yaitu Brahmi, Bhagavati,
Souri dan Vaisnavi. Namun satu satunya bagian yang kita jumpai hanyalah Brahmi.
Oh ya mungkin Anda sudah biasa mendengar Gita (Bhagavad Gita ) yang diajarkan
Krishna kepada Arjuna. Anda juga pasti tahu Gita tersebut adalah bagian dari
Mahabharata ( Bhisma Parwa ), yang mungkin belum anda ketahui adalah jumlah
kitab Bhagavad Gita ini lebih dari satu, untuk membedakan Gita ini dengan yang
lainnya orang harus menyebut secara lengkap Gita ini yaitu Srimadbhagavata
Gita, karena ada juga Gita yang merupakan bagian dari Kurma Purana yang
dinamakan Isvara Gita.
Mastya Purana
Purana
ini dinamakan Mastya Purana karena diturunkan oleh Visnu dalam wujud avatara
Mastya ( ikan )
Garuda Purana
Naskah
yang berukuran sedang, dinamakan Garuda Purana karena diturunkan oleh burung
Dewata Garuda kepada Rsi Kasyapa.
Brahmanda Purana
Purana
ini selalu menjadi urutan terakhir dalam Mahapurana
Vayu Purana
Diatas
dalam urutan keempat ada dua Purana yang menempatinya, hal ini disebabkan
karena adanya ketidaksetujuan tentang Mahapurana keempat, apakah Siwa Purana
atau Vayu Purana, dalam Mastya Purana dan Narada Purana bahwa Vayu Purana lah
menempati urutan keempat. Dan tidak ada jalan untuk menengahi hal ini
Vayu
Purana pertama kali diturunkan oleh Vayu ( Dewa Angin )
Demikian sedikit pengenalan
tentang Mahapurana
Dimana bisa membeli 18 kitab purana utama bahasa indonesia ya
BalasHapusbagus
BalasHapusdmna bisa pesan ke 18 purana....?
BalasHapusTiga contoh purana
BalasHapus